Fikes.umsida.ac.id – Fenomena pernikahan dini masih menjadi persoalan sosial yang melekat di berbagai wilayah pedesaan Indonesia.
Di tengah gencarnya kampanye pendidikan reproduksi remaja, riset terbaru dari Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida) menunjukkan bahwa pendidikan orang tua justru menjadi faktor paling berpengaruh dalam mencegah pernikahan usia muda.
Penelitian yang dilakukan oleh Paramitha Amelia S ST M Keb, Hesty Widowati S Keb Bd M Keb dan Nurul Azizah S Keb Bd M Sc dosen Program Studi Kebidanan, Umsida.
Bersama Rischa Dwi Putri, mahasiswa Program Studi Pendidikan Profesi Bidan.
Riset dilakukan di Desa Curahkalong, Kabupaten Jember, menemukan bahwa 97,4% responden yang menikah di usia muda memiliki orang tua berpendidikan rendah.
Data ini menegaskan bahwa tingkat pengetahuan dan pandangan keluarga terhadap kedewasaan anak memainkan peran penting dalam keputusan menikah dini.
Baca Juga: Siapkan Mahasiswa Profesi Bidan dengan Pembekalan Intensif dan Hybrid Learning
Keterbatasan Pengetahuan dan Budaya Lokal

Bagi sebagian keluarga di pedesaan, menstruasi pertama sering dianggap sebagai tanda bahwa anak perempuan sudah cukup dewasa untuk menikah.
Persepsi ini tumbuh dari minimnya pengetahuan orang tua tentang kesehatan reproduksi dan masih kuatnya pengaruh budaya lokal.
Cek Selengkapnya: Pelatihan Kader Posyandu Tambak Kalisogo, Langkah Umsida dan ITS Cegah Stunting
Orang tua dengan pendidikan rendah cenderung tidak memahami risiko medis dan sosial dari pernikahan usia muda, seperti komplikasi kehamilan, berat badan lahir rendah, hingga tingginya potensi putus sekolah.
Akibatnya, keputusan menikahkan anak kerap didasari oleh tradisi atau tekanan ekonomi, bukan pertimbangan kesehatan dan masa depan anak.
Pendidikan Keluarga sebagai Solusi

Upaya pencegahan pernikahan dini perlu dimulai dari edukasi keluarga.
Program penyuluhan kesehatan reproduksi yang melibatkan orang tua dapat menjadi langkah awal mengubah pola pikir lama.
Tenaga kesehatan dan lembaga pendidikan diharapkan tidak hanya berfokus pada remaja, tetapi juga pada orang tua sebagai agen utama pembentuk nilai dalam keluarga.
Dengan pemahaman yang lebih baik, orang tua dapat menjadi pelindung utama anak perempuan dari praktik pernikahan dini.
Sumber: Riset Hesty Widowati S Keb Bd M Keb
Penulis: Elfira Armilia




















