Fikes.umsida.ac.id -Peralihan musim atau pancaroba kerap disambut dengan perubahan cuaca ekstrem, dari panas ke hujan atau sebaliknya. Meski sering dianggap ringan, kondisi ini sejatinya membawa efek serius terhadap kesehatan kulit manusia.
Baca Juga : Pelatihan SPGDT Tingkatkan Kesiapsiagaan Mahasiswa FIKES Umsida Hadapi Gawat Darurat
Dosen Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Fikes Umsida), Galuh Ratna Hanum S Si M Si menyoroti bahwa fluktuasi suhu dan kelembapan yang ekstrem dapat melemahkan fungsi pelindung kulit, memicu infeksi, hingga memperburuk kondisi kulit yang sudah sensitif.
Melalui wawancara mendalam bersama dosen D4 TLM dari Fikes Umsida, dibahas secara ilmiah bagaimana perubahan cuaca di musim pancaroba memengaruhi kulit secara fisiologis, mikrobiologis, hingga laboratorium diagnostik. Tulisan ini akan menjelaskan secara komprehensif agar masyarakat dapat lebih waspada dan siap menjaga kesehatan kulit di tengah perubahan iklim yang dinamis.
Ketidakseimbangan Fisiologis Kulit akibat Fluktuasi Cuaca Ekstrem

Secara ilmiah, kulit manusia memiliki lapisan pelindung bernama stratum korneum yang berfungsi sebagai barrier terhadap lingkungan luar. Namun, di musim pancaroba, fluktuasi suhu dan kelembapan menyebabkan ketidakseimbangan fisiologis yang dapat merusak lapisan pelindung ini.
“Saat suhu naik turun secara drastis, kulit mengalami stres yang menyebabkan terganggunya fungsi barrier-nya. Akibatnya, kulit kehilangan kelembapan alami dan menjadi rentan terhadap iritasi, kekeringan, bahkan peradangan,” jelas dosen D4 TLM Umsida.
Kondisi ini juga memengaruhi produksi sebum dan kerja kelenjar minyak. Beberapa individu mengalami kulit kering berlebihan, sedangkan lainnya mengalami kelebihan minyak secara tidak teratur. Kombinasi antara kering dan berminyak ini menjadikan kulit sangat tidak stabil, memicu munculnya masalah seperti jerawat, eksim, atau gatal-gatal.
Selain itu, gangguan fisiologis kulit saat pancaroba juga dikaitkan dengan tingginya sensitivitas terhadap produk kosmetik atau sabun. Reaksi alergi dan iritasi kontak menjadi lebih mudah muncul karena kulit tidak mampu mempertahankan keseimbangannya secara optimal.
Baca Juga : Pare Melawan Bakteri Mematikan dengan Cara Alami Berkat Inovasi Hebat Fikes Umsida
Peningkatan Risiko Infeksi oleh Mikroorganisme Kulit saat Musim Pancaroba

Perubahan suhu dan kelembapan selama pancaroba tidak hanya merusak struktur kulit, tetapi juga menciptakan lingkungan ideal untuk pertumbuhan mikroorganisme patogen. Kelembapan tinggi diselingi panas mendukung perkembangan jamur dan bakteri yang berkoloni di permukaan kulit.
Beberapa mikroorganisme yang sering menyebabkan masalah kulit pada masa pancaroba antara lain:
-
Jamur: Malassezia spp. yang memicu dermatitis seboroik dan Candida spp. sebagai penyebab infeksi kandidiasis.
-
Bakteri: Staphylococcus aureus, yang dapat menyebabkan eksim dan infeksi kulit superfisial, serta Propionibacterium acnes, penyebab jerawat yang lebih parah saat kondisi kulit berminyak.
-
Virus: Herpes simpleks yang dapat kambuh saat daya tahan tubuh atau integritas kulit menurun.
“Saat kelembapan naik dan suhu berubah-ubah, mikrobioma kulit terganggu. Patogen oportunistik akan mendominasi permukaan kulit yang seharusnya dihuni mikroorganisme baik,” ungkap Galuh Ratna Hanum M Si.
Penting bagi masyarakat untuk mengenali tanda awal infeksi kulit ringan seperti bercak kemerahan, gatal, atau luka yang tak kunjung sembuh. Jika tidak ditangani dengan baik, infeksi ini bisa berkembang dan membutuhkan pengobatan yang lebih agresif.
Peran Pemeriksaan Laboratorium dalam Deteksi dan Pemantauan Kesehatan Kulit
Dalam dunia medis, terdapat sejumlah parameter laboratorium yang dapat digunakan untuk mendeteksi dan mengevaluasi kondisi kulit selama pancaroba. Pemeriksaan ini penting, terutama jika muncul gejala infeksi atau iritasi berulang.
pH kulit adalah parameter penting yang mencerminkan keseimbangan mikrobiota kulit. Jika terlalu tinggi atau rendah, itu bisa jadi indikasi bahwa barrier kulit terganggu atau sedang ada infeksi.
Beberapa metode laboratorium yang digunakan dalam pemeriksaan kulit antara lain:
-
Scraping kulit dengan KOH 10–20% untuk deteksi langsung hifa jamur di bawah mikroskop.
-
Kultur mikrobiologi pada media selektif untuk mengidentifikasi bakteri atau jamur penyebab.
-
PCR (Polymerase Chain Reaction) untuk identifikasi cepat mikroorganisme penyebab infeksi, terutama pada kasus yang tidak merespons pengobatan standar.
-
Uji sensitivitas antibiotik dan antifungal, untuk menentukan terapi yang tepat sesuai patogen yang ditemukan.
Pendekatan diagnostik ini penting tidak hanya untuk pengobatan tetapi juga sebagai bentuk pencegahan infeksi berulang. Masyarakat umum, khususnya pasien dengan kondisi kulit sensitif, disarankan untuk melakukan konsultasi ke fasilitas kesehatan jika mengalami gangguan kulit saat musim pancaroba.
Baca Juga : Keamanan Data Pasien di Era Digital dan Peran Strategis Tenaga Manajemen Informasi Kesehatan di FIKES Umsida
Musim pancaroba membawa dampak signifikan terhadap kesehatan kulit manusia, mulai dari kerusakan fungsi pelindung kulit, gangguan keseimbangan sebum, hingga peningkatan risiko infeksi oleh mikroorganisme seperti Malassezia, Staphylococcus aureus, dan Candida. Fluktuasi suhu dan kelembapan menjadi faktor pemicu utama perubahan fisiologis tersebut.
Melalui wawancara bersamadosen D4 TLM Umsida, dapat disimpulkan bahwa pendekatan holistik dalam menjaga kesehatan kulit—baik melalui perawatan preventif, pengawasan mikrobiota, hingga pemanfaatan laboratorium diagnostik—sangat penting dilakukan selama musim peralihan ini.
Penulis : Novia