Fikes.umsida.ac.id – Menjaga kebersihan organ intim kerap dimaknai sebagai keharusan menggunakan sabun antiseptik setiap hari.
Bagi banyak remaja wanita, produk pembersih kewanitaan dianggap solusi praktis untuk mencegah bau dan keputihan.
Riset yang dilakukan oleh Rizki Dwi Nur Cholifah, Paramitha Amelia S ST M Keb dan Dr Nurul Azizah S Keb Bd M Sc dari Program Studi Kebidanan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida).
Hasil Riset mereka mengungkap bahwa penggunaan sabun antiseptik memiliki hubungan signifikan dengan kejadian keputihan, yang erat kaitannya dengan terganggunya keseimbangan pH vagina .
Temuan ini menjadi pengingat bahwa kebersihan yang berlebihan, tanpa pemahaman medis, dapat membawa risiko kesehatan reproduksi.
Baca Selengkapnya: 2 Bidan di Yogyakarta Jual 66 Bayi Secara Ilegal, Bagaimana Kode Etiknya?
pH Kewanitaan dan Peran Bakteri Baik

Vagina secara alami memiliki tingkat keasaman (pH) yang berfungsi melindungi organ reproduksi dari pertumbuhan bakteri dan jamur patogen. Dalam kondisi normal, bakteri baik membantu menjaga keseimbangan ekosistem tersebut.
Namun, sabun antiseptik umumnya mengandung bahan kimia yang dapat merusak lingkungan alami vagina.
Penelitian ini menegaskan bahwa penggunaan sabun antiseptik secara rutin dapat mengganggu pH vagina dan mematikan bakteri baik.
Ketika keseimbangan ini terganggu, bakteri jahat dan jamur lebih mudah berkembang, sehingga meningkatkan risiko infeksi dan keputihan abnormal.
Kondisi ini sering tidak disadari oleh remaja karena gejalanya dianggap ringan atau wajar.
Cek Selengkapnya: Efek Samping KB Suntik Kombinasi: Solusi dan Harapan untuk Keberlanjutan Program KB
Dari Kebiasaan Sehari-hari ke Masalah Kesehatan

Data penelitian menunjukkan bahwa sebagian remaja menggunakan sabun antiseptik dengan perilaku yang kurang tepat dan memiliki kecenderungan lebih tinggi mengalami keputihan patologis.
Uji statistik yang dilakukan peneliti memperlihatkan adanya hubungan bermakna antara penggunaan sabun antiseptik dengan kejadian keputihan.
Fenomena ini menggambarkan bagaimana kebiasaan sehari-hari yang tampak sepele dapat berdampak langsung pada kesehatan reproduksi.
Keputihan patologis yang ditandai dengan bau tidak sedap, perubahan warna, dan rasa gatal merupakan sinyal adanya gangguan yang memerlukan perhatian lebih lanjut.
Cek Juga: 3 Tips Masuk Kuliah Kebidanan agar Bisa Menjadi Bidan Profesional
Edukasi Kesehatan Reproduksi sebagai Kunci Pencegahan
Temuan penelitian ini menegaskan pentingnya edukasi kesehatan reproduksi yang benar, khususnya terkait perawatan organ intim.
Remaja perlu memahami bahwa vagina memiliki mekanisme pembersihan alami dan tidak memerlukan sabun antiseptik setiap hari.
Tenaga kesehatan, institusi pendidikan, dan keluarga memiliki peran strategis dalam meluruskan miskonsepsi tentang kebersihan kewanitaan.
Dengan pemahaman yang tepat, remaja diharapkan mampu memilih praktik perawatan yang aman dan berbasis bukti ilmiah.
Gangguan pH vagina akibat sabun antiseptik bukan sekadar isu kebersihan, melainkan persoalan kesehatan reproduksi jangka panjang.
Kesadaran sejak dini menjadi langkah penting untuk melindungi kesehatan perempuan di masa depan.
Sumber: Riset Dr Nurul Azizah S Keb Bd M Sc & Tim
Penulis: Elfira Armilia























