Fikes.umsida.ac.id – Keputihan masih kerap dipandang sebagai hal wajar yang tidak perlu dikhawatirkan oleh remaja putri.
Padahal, di balik anggapan tersebut, keputihan bisa menjadi sinyal awal gangguan kesehatan reproduksi jika tidak dipahami dengan benar.
Riset yang dilakukan oleh Rizki Dwi Nur Cholifah, Paramitha Amelia S ST M Keb dan Dr Nurul Azizah S Keb Bd M Sc dari Program Studi Kebidanan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida).
menegaskan bahwa keputihan pada remaja bukan persoalan sederhana yang bisa diabaikan.
Penelitian ini mengungkap bagaimana perilaku perawatan organ kewanitaan, khususnya penggunaan sabun antiseptik, memiliki kaitan dengan kejadian keputihan pada remaja.
Temuan tersebut membuka ruang diskusi yang lebih luas tentang pentingnya edukasi kesehatan reproduksi sejak usia muda.
Baca Juga: 2 Bidan di Yogyakarta Jual 66 Bayi Secara Ilegal, Bagaimana Kode Etiknya?
Keputihan: Antara Kondisi Normal dan Tanda Masalah
Secara medis, keputihan terbagi menjadi dua jenis, yaitu keputihan fisiologis dan patologis.
Keputihan fisiologis merupakan kondisi normal yang terjadi akibat perubahan hormon, terutama menjelang menstruasi atau saat masa subur.
Namun, keputihan patologis ditandai dengan perubahan warna, bau tidak sedap, rasa gatal, dan terkadang nyeri.
Cek Juga: Pemakaian Sabun Antiseptik dan Dampaknya terhadap Kesehatan Reproduksi Wanita, Wanita Wajib Tahu!
Masalahnya, banyak remaja tidak mampu membedakan kedua kondisi ini.
Akibat minimnya pengetahuan, keputihan patologis sering dianggap sebagai hal biasa.
Penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar remaja pernah mengalami keputihan, namun tidak semuanya memahami kapan kondisi tersebut perlu mendapat perhatian medis.
Perilaku Perawatan yang Keliru dan Dampaknya
Penelitian menemukan adanya hubungan signifikan antara penggunaan sabun antiseptik dengan kejadian keputihan.
Sabun antiseptik yang digunakan secara berlebihan dapat mengganggu keseimbangan pH vagina dan membunuh bakteri baik yang berfungsi melindungi organ reproduksi.
Alih-alih menjaga kebersihan, kebiasaan ini justru meningkatkan risiko infeksi jamur dan bakteri.
Fenomena ini menunjukkan bahwa praktik kebersihan yang keliru dapat menjadi pemicu gangguan kesehatan reproduksi pada remaja, terutama ketika dilakukan tanpa pemahaman yang memadai.
Pentingnya Edukasi Kesehatan Reproduksi Sejak Dini

Hasil penelitian ini menegaskan urgensi edukasi kesehatan reproduksi yang komprehensif bagi remaja.
Pengetahuan tentang cara merawat organ reproduksi yang benar, mengenali tanda keputihan abnormal, serta memahami risiko penggunaan produk tertentu perlu disampaikan secara terbuka dan berbasis bukti ilmiah.
Cek Selengkapnya: Meningkatkan Daya Tahan Tubuh Secara Alami, Fikes Umsida Ungkap Pola Hidup Sehat yang Terbukti Efektif
Perguruan tinggi, tenaga kesehatan, dan lingkungan keluarga memiliki peran penting dalam membangun literasi kesehatan reproduksi.
Dengan edukasi yang tepat, remaja diharapkan tidak lagi menganggap keputihan sebagai persoalan sepele, melainkan sebagai sinyal tubuh yang perlu dipahami dan ditangani dengan bijak.
Keputihan bukan sekadar masalah kebersihan, tetapi bagian dari kesehatan reproduksi yang menentukan kualitas hidup perempuan di masa depan.
Sumber: Riset Dr Nurul Azizah S Keb Bd M Sc & Tim
Penulis: Elfira Armilia























