Fikes.umsida.ac.id – Era digitalisasi layanan kesehatan menuntut inovasi dalam pengelolaan data pasien. Hal ini menjadi fokus utama Seminar Nasional Manajemen Informasi Kesehatan (SENSMIK) 2025, yang diselenggarakan oleh Prodi Manajemen Informasi Kesehatan (MIK) Universitas Muhammadiyah Sidoarjo melalui Zoom Meeting pada Jumat, (22/08/2025).
Baca Juga: MIK Umsida Ungkap Tantangan Infrastruktur dan SDM dalam Implementasi Rekam Medis Elektronik
Dengan tema “Inovasi PMIK: Rekam Medis Elektronik untuk Visualisasi Data Kesehatan yang Lebih Informatif”, Sensmik menghadirkan tiga pemateri expert untuk membahas RME dari berbagai perspektif: klinis, implementasi PMIK, dan visualisasi data.
“Pemilihan tema ini relevan di era transformasi digital. RME bukan hanya pencatatan, tetapi juga sumber data berharga untuk pengambilan keputusan,” ungkap Wakil Dekan Fikes, Jamilatur Rohmah S Si M Si dalam sambutannya. Sementara Kaprodi MIK, Lailatul Rahmatul Ilmi A Md SKM MPH, menambahkan bahwa pemanfaatan RME membawa dampak positif dalam perkembangan ilmu rekam medis dan layanan kesehatan.
RME di Ranah Klinis: Keselamatan Pasien dan Efisiensi Tenaga Kesehatan
Pemateri pertama dalam Sensmik, Dr Lutfan Lazuardi M Kes PhD, menekankan pentingnya digitalisasi data pasien untuk keselamatan pasien (patient safety) dan efisiensi layanan. “Rekam medis merupakan data rutin dan esensial dalam layanan kesehatan. Dengan teknologi, potensi medication error bisa diminimalkan,” ungkapnya.
Dr Lutfan juga menjelaskan bahwa kompetensi klinis saja tidak cukup. “Perkembangan teknologi menuntut tenaga kesehatan menguasai bidang digital, contohnya telemedicine yang masif digunakan saat pandemi. Dengan RME, perilaku pasien dapat dipantau secara aktif dan keamanan pasien lebih terjaga.”
Beberapa poin penting yang ditekankan pemateri ini meliputi:
- Passion for safety: mendukung mutu pelayanan kesehatan.
- Efisiensi tenaga kerja: RME mempermudah pengelolaan data rutin.
- Privacy dan policy: data elektronik menjamin kerahasiaan pasien.
- Data tersedia secara digital: memfasilitasi standar pelayanan, seperti INA-CBGs, serta mendukung program penyakit tidak menular.
“Beban tenaga kesehatan semakin banyak, pasien bertambah, sehingga teknologi menjadi alat bantu yang sangat dibutuhkan,” imbuh Dr. Lutfan. Ia juga menyoroti konsep Live Health Record dan Personal Health Record, yang memungkinkan pasien memiliki akses terhadap data kesehatannya sekaligus menentukan privasinya.

SENSMIK Ungkap Peran PMIK: Agen Perubahan dan Pengawal Transformasi Digital RME
Pemateri kedua dalam sensmik, Muhammad Tajuddin A Md PK SE MM M MRS CPS, menyoroti peran Program Studi Manajemen Informasi Kesehatan (MIK) dalam implementasi RME.
“Transformasi digital bukan lagi angan-angan, tetapi sudah di depan mata,” tegasnya. Menurut Tajuddin, indikator keberhasilan RME terlihat ketika sistem Satu Sehat dapat diimplementasikan secara optimal di fasilitas kesehatan.
PMIK memiliki peran strategis sebagai:
- Agent of change: koordinator dalam transformasi digital.
- Desainer sistem informasi: mengembangkan desain RME yang efektif.
- Government specialist: menggabungkan data, memastikan interoperabilitas, dan standarisasi terminologi.
- Pengelola keamanan data: menjaga kerahasiaan dan integritas informasi.
- Manajemen informasi dan analitik bisnis: memanfaatkan data untuk pengambilan keputusan.
Muhammad Tajuddin juga menekankan kompetensi PMIK di era digitalisasi, yang mencakup:
- SDM: adaptasi terhadap RME, pelatihan berkelanjutan, dan menghadapi resistensi teknologi.
- Infrastruktur: integrasi sistem yang kompleks dan pemeliharaan berkelanjutan.
- Keamanan data: cyber security, backup, dan recovery.
“PMIK menjadi role model dalam pengambilan keputusan dan pelaksanaan RME. Kolaborasi dan sinergi akan menentukan keberhasilan digitalisasi layanan kesehatan,” pungkasnya.
Visualisasi Data: Mengubah Data Mentah Menjadi Kebijakan Kesehatan
Pemateri ketiga dalam SENSMIK, Dr. Umi Khoirun Nisak SKM M Epid, membahas pentingnya visualisasi data dalam sistem akademik dan pelayanan kesehatan. “Jika data mentah saja tanpa diolah, tidak akan menjadi informasi. Akibatnya, kebijakan yang dihasilkan bisa tidak tepat,” jelasnya.
Dr. Umi menekankan bahwa visualisasi data:
- Membantu memahami tren dan pola kesehatan secara cepat.
- Mengidentifikasi masalah dan peluang intervensi kesehatan secara efektif.
- Menyajikan informasi yang mudah dibaca dan dapat dijadikan dasar kebijakan bagi fasilitas kesehatan.
Ia juga menambahkan, “Visualisasi data bukan sekadar menampilkan angka, tetapi memberikan informasi bermakna yang bisa memandu pengambilan keputusan.” Hal ini menjadi relevan bagi lulusan MIK yang akan terjun dalam pengelolaan data RME, analitik, dan manajemen informasi kesehatan.
SENSMIK ditutup dengan sesi tanya jawab. Pertanyaan seputar privasi pasien, metode pembekalan mahasiswa era digital, serta relevansi kurikulum MIK dibahas langsung oleh para pemateri. Dr. Lutfan menekankan pentingnya pembelajaran berbasis skenario, di mana mahasiswa harus aktif, sementara dosen berperan sebagai fasilitator. Kompetensi kesehatan kini tidak hanya terbatas pada teknis klinis, tetapi juga digital.
Baca Juga: Pembukaan PKL Sistem dan Subsistem RMIK MIK Umsida Dorong Mahasiswa Siap Hadapi Dunia Kerja
SENSMIK 2025 membuktikan bahwa Rekam Medis Elektronik (RME) menjadi fondasi penting dalam transformasi layanan kesehatan digital. Dari perspektif klinis, RME meningkatkan keselamatan pasien, efisiensi tenaga kesehatan, dan keamanan data. Dari sisi PMIK, program studi ini berperan sebagai agen perubahan, desainer sistem, dan pengelola informasi digital yang aman. Sementara dari visualisasi data, pengolahan informasi yang tepat menjadi dasar kebijakan kesehatan yang efektif.
“RME bukan hanya soal pencatatan, tetapi alat strategis untuk meningkatkan mutu layanan kesehatan dan pengambilan keputusan berbasis data,” tutup para narasumber.
Penulis : Novia