ICD-10

Mengungkap Fakta Keakuratan Kode Diagnosis ICD-10 di Puskesmas untuk Tingkatkan Mutu Layanan Kesehatan

Fikes.umsida.ac.id – Pemanfaatan Rekam Medis Elektronik (RME) di fasilitas kesehatan primer, khususnya puskesmas, diyakini mampu meningkatkan kualitas layanan pasien. Namun, riset terbaru mengungkap bahwa penerapan kode diagnosis menggunakan ICD-10 masih menghadapi tantangan besar.

Baca Juga: SENSMIK 2025 Ungkap Transformasi Digital RME untuk Visualisasi Data Kesehatan Lebih Informatif

“Meskipun teknologi RME sudah digunakan, kenyataannya keakuratan kode diagnosis ICD-10 masih rendah dan ini berdampak langsung pada mutu pelayanan,” ungkap Laili Rahmatul Ilmi, peneliti dari Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta.

Riset yang di lakukan oleh Dosen Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Fikes Umsida), Laili Rahmatul Ilmi membandingkan tingkat akurasi kode diagnosis di Puskesmas Pengasih I dan Pengasih II, Kabupaten Kulon Progo. Hasilnya cukup mengejutkan: hanya sekitar 26% hingga 30% kode yang benar-benar akurat.

Fakta ini menegaskan perlunya optimalisasi sistem, baik dari sisi sumber daya manusia, metode kerja, maupun perangkat teknologi, agar RME benar-benar dapat menjadi instrumen efektif dalam meningkatkan mutu kesehatan primer.

Pentingnya Akurasi Kode Diagnosis ICD-10 untuk Mutu Data RME
ICD-10
Sumber: AI

Rekam Medis Elektronik bukan sekadar catatan digital, melainkan instrumen penting untuk memantau status kesehatan pasien, menyusun laporan morbiditas dan mortalitas, hingga mendukung surveilans penyakit. Keakuratan kode diagnosis menjadi kunci agar data yang dihasilkan tidak bias.

Dalam penelitiannya, Laili menemukan bahwa di Puskesmas Pengasih I hanya 30 kode (26%) yang akurat dari 117 data, sementara 87 lainnya (74%) tidak akurat. Begitu juga di Puskesmas Pengasih II, hanya 35 kode (30%) yang sesuai, sementara 82 kode lainnya (70%) tidak tepat.

“Jika kode diagnosis yang dimasukkan tidak akurat, maka data yang dihasilkan tidak bisa dijadikan rujukan yang valid untuk evaluasi kesehatan masyarakat,” jelas Laili dalam temuannya. Artinya, keakuratan kode bukan hanya mempengaruhi kualitas pelayanan klinis pasien individu, tetapi juga berdampak luas terhadap kebijakan kesehatan publik.

Faktor Penyebab Rendahnya Akurasi dan Dampaknya pada Pelayanan

Hasil riset menunjukkan ada tiga elemen utama penyebab rendahnya akurasi kode diagnosis ICD-10, yakni manusia, metode, dan mesin. Pertama, faktor manusia terkait keterampilan tenaga kesehatan yang mengisi kode, seperti perawat dan bidan, yang terkadang tidak memahami aturan pengkodean ICD-10 secara detail.

“Tidak semua dokter mau mengisi langsung, sehingga perawat atau bidan sering merasa terbebani menginput kode dari rekam medis manual ke sistem RME,” ungkap hasil wawancara penelitian. Kondisi ini membuat peluang terjadinya kesalahan semakin besar.

Kedua, faktor metode, yaitu belum adanya kontrol dan evaluasi ketat dari pihak manajemen puskesmas terkait standar prosedur pengkodean. Kode diagnosis untuk pasien rawat jalan, misalnya, kerap disamakan dengan kasus baru meskipun sebenarnya merupakan kunjungan ulang.

Ketiga, faktor mesin atau sistem. Tidak semua aplikasi RME dirancang user-friendly, sehingga petugas kesulitan memastikan kelengkapan data klinis. Padahal, menurut standar WHO, kelengkapan kode diagnosis sangat penting untuk memastikan validitas data.

Dampaknya pun serius: laporan morbiditas yang tidak akurat, salah dalam pengambilan keputusan medis, hingga potensi kesalahan peresepan obat. Dengan kata lain, mutu pelayanan primer tidak bisa optimal jika akar masalah akurasi kode ini belum diselesaikan.

Langkah Optimalisasi: Dari Evaluasi Rutin hingga Peningkatan Kompetensi

Meski tantangan cukup besar, riset ini juga memberi gambaran solusi. Laili menekankan pentingnya rapat rutin dan evaluasi data RME. “Perlu ada forum evaluasi berkala agar tenaga kesehatan memahami apa yang harus diperbaiki demi meningkatkan mutu data,” tegasnya.

Selain itu, peningkatan kompetensi tenaga kesehatan dalam pengkodean ICD-10 sangat diperlukan. Pelatihan intensif dapat membantu perawat, bidan, dan petugas administrasi menguasai aturan pengkodean yang benar. Tidak kalah penting, manajemen puskesmas harus menerapkan mekanisme kontrol mutu agar data yang diinput selalu dicek ulang.

Optimalisasi sistem teknologi juga menjadi faktor kunci. RME harus didesain ramah pengguna, multi-user, dan terintegrasi dengan pedoman resmi seperti Permenkes No. 55 Tahun 2013 tentang rekam medis. Dengan dukungan kebijakan, kelengkapan data klinis akan meningkat, yang pada akhirnya menurunkan angka kesalahan medis dan meningkatkan keselamatan pasien.

Baca Juga: MIK Umsida Siap Menjawab Tantangan Digitalisasi Layanan Kesehatan dengan Rekam Medis Elektronik

Hasil riset di Puskesmas Pengasih I dan II menunjukkan bahwa tingkat akurasi kode diagnosis ICD-10 dalam RME masih rendah, dengan angka ketidakakuratan mencapai 70%–74%. Faktor manusia, metode, dan sistem menjadi penyebab utama masalah ini.

Namun, dengan evaluasi rutin, pelatihan tenaga kesehatan, serta optimalisasi sistem RME yang user-friendly, mutu data rekam medis dapat ditingkatkan. Keakuratan kode diagnosis bukan sekadar teknis administratif, tetapi penentu mutu layanan kesehatan primer yang lebih efektif, aman, dan berdaya guna.

“Keakuratan kode diagnosis ICD-10 adalah fondasi dari data kesehatan yang valid. Tanpa itu, mutu pelayanan kesehatan sulit tercapai,” tegas Laili.

Sumber: Laili Rahmatul Ilmi

Penulis: Novia

Berita Terkini

NYERI
Kompres Dingin Bantu Redakan Nyeri Carpal Tunnel Syndrome Secara Efektif
October 12, 2025By
Elektronik
Rekam Medis Elektronik Tingkatkan Efisiensi Administrasi Kesehatan di Era Digital
October 3, 2025By
pembekalan
Pembekalan Profesi Bidan Umsida 2025 Siapkan Mahasiswa Jadi Tenaga Kesehatan Andal dan Humanis
September 29, 2025By
Fortama
Fortama Fikes Umsida 2025, Cetak Generasi Sehat, Tangguh, dan Siap Mengabdi
September 27, 2025By
kisi-kisi
Workshop Penyusunan Kisi-Kisi Fikes Umsida, Dorong Implementasi OBE yang Berkualitas
September 26, 2025By
kader posyandu
Kolaborasi ITS dan Umsida Perkuat Kader Posyandu untuk Generasi Sehat
September 24, 2025By
simulasi
Umsida Jadi Tuan Rumah Simulasi OSCE 2025 Bukti Fikes Kian Dikenal di Jawa Timur
September 22, 2025By
data kesehatan
MIK Umsida Ungkap Data Kesehatan dan Teknologi Digital Kunci Transformasi Kebijakan Publik
September 19, 2025By

Prestasi

paramitha
Paramitha Amelia Peneliti Terbaik Umsida dengan Riset Aktivitas Fisik dan Risiko Depresi Remaja
September 21, 2025By
nurul
Nurul Azizah Dosen Kebidanan Umsida Torehkan Publikasi Scopus Terbaik Life Science
September 20, 2025By
widi arti
Widi Arti Dosen Fisioterapi Umsida Ungkap Kunci Sukses Jadi Peneliti Terbaik
September 17, 2025By
pangan
MIK Umsida Temukan Inovasi Pangan Lokal dan Digitalisasi untuk Cegah Stunting, Sukses Lolos RISTEKDIKTI 2025 Skema Pemberdayaan Masyarakat
September 10, 2025By
kilab
Kebidanan Umsida Sukses Lolos Kilab 2025 Kemdikti Saintek dengan Mannequin Akupresur Inovatif Berindikator LED dan Audio
September 5, 2025By
baik sekali
S1 Fisioterapi Umsida Raih Akreditasi Baik Sekali, Buktikan Keunggulan Pendidikan Fisioterapi
May 8, 2025By
Kespro
Mengangkat Isu Kespro Disabilitas, Mahasiswa Kebidanan Fikes Umsida Raih Juara 2 Lomba Poster Kesehatan
May 7, 2025By
Low Back Pain
Angkat Edukasi tentang Low Back Pain, Mahasiswa Fisioterapi Umsida Raih Juara Lomba
May 5, 2025By

Opini

mahasiswa baru
Simak Tips Mahasiswa Baru Fisioterapi dengan Cepat Beradaptasi
October 1, 2025By
latihan interval
Gaya Hidup Remaja dan Ancaman Penyakit Degeneratif, TLM Umsida Ungkap Fakta Mengejutkan
September 15, 2025By
R.I.C.E
Strategi Fisioterapi untuk Pemulihan Cedera Otot, Cara Cepat dan Tepat Kembali Berolahraga
September 1, 2025By
kurikulum
Implementasi Kurikulum Hybrid Rekam Medis, Upaya Meningkatkan Daya Saing Mahasiswa MIK Umsida di Era Digital
July 7, 2025By
Artikel ilmiah
Tangani Keseleo dengan Tepat, Intervensi Fisioterapi Cegah Risiko Cedera Kronis
July 6, 2025By