Fikes.umsida.ac.id — Penelitian terbaru dari mahasiswa Fisioterapi Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida), Bagas Anjasmara, menegaskan bahwa kombinasi latihan peregangan dan teknik manual terbukti efektif meningkatkan lingkup gerak sendi dan fungsi otot pada pasien plantar fasciitis.
Baca Juga: Fikes Umsida Hadirkan Inovasi IPE untuk Cetak Tenaga Kesehatan Kolaboratif dan Humanis
Hasil kajian literatur bertajuk Physiotherapy Management in The Case of Plantar Fasciitis ini dipublikasikan dalam Journal of Medical Genetics and Clinical Biology (JMGCB) edisi September 2025, dan menjadi salah satu kontribusi ilmiah Umsida dalam mengembangkan terapi berbasis bukti ilmiah di bidang rehabilitasi muskuloskeletal.
“Plantar fasciitis bukan sekadar nyeri tumit, melainkan gangguan fungsi biomekanik yang menghambat gerak tubuh. Dengan latihan peregangan dan teknik manual seperti Active Release Technique (ART), pasien dapat pulih lebih cepat sekaligus meningkatkan elastisitas jaringan otot,” jelas Bagas dalam laporannya.
Memahami Hubungan Otot, Fascia, dan Lingkup Gerak Tubuh

Plantar fasciitis merupakan peradangan kronis pada jaringan ikat tebal di telapak kaki, yang berfungsi menopang lengkung kaki dan meredam beban tubuh saat berjalan.
Jika jaringan tersebut mengalami ketegangan berlebih, serat-serat kolagen dapat mengalami robekan mikro yang menimbulkan nyeri hebat terutama di area tumit bagian bawah.
“Masalah utama bukan hanya nyeri lokal, tetapi juga penurunan fleksibilitas otot gastroknemius dan soleus yang berdampak pada seluruh sistem gerak,” ungkap Bagas.
Dalam tinjauan pustakanya, Bagas mengumpulkan berbagai penelitian yang menguji efektivitas terapi peregangan dan teknik manual terhadap peningkatan Range of Motion (ROM) serta kekuatan otot.
Hasilnya menunjukkan bahwa peregangan terarah mampu mengurangi kekakuan otot dan memperbaiki koordinasi gerak, sementara teknik manual seperti ART efektif dalam melonggarkan adhesi jaringan dan memperbaiki sirkulasi darah.
Penelitian yang dikutip dari Boonchum dkk. (2020) menunjukkan bahwa program latihan peregangan rumah selama tiga minggu memberikan hasil signifikan terhadap peningkatan kekuatan otot plantar, pergelangan kaki, dan jari kaki.
“Latihan sederhana seperti calf stretch dan plantar fascia stretch dapat dilakukan mandiri oleh pasien di rumah,” tulis Bagas dalam analisisnya.
Ia menambahkan bahwa peningkatan fungsi otot setelah terapi peregangan berkaitan erat dengan penurunan ketegangan pada tendon Achilles dan peningkatan fleksibilitas fascia plantar.
Dengan kata lain, pasien bukan hanya terbebas dari nyeri, tetapi juga kembali mampu melakukan aktivitas harian seperti berjalan atau berlari tanpa hambatan.
Sinergi Latihan Peregangan dan Teknik Manual untuk Rehabilitasi Optimal
Selain latihan peregangan, riset Bagas juga menyoroti manfaat Active Release Technique (ART), yaitu metode terapi manual yang menargetkan jaringan otot dan fascia untuk melepaskan adhesi akibat peradangan kronis.
Dalam penelitian Ahmed & Fouda (2022) yang dirujuk Bagas, terapi kombinasi ultrasound dan ART terbukti menurunkan skor nyeri VAS dari 5,9 menjadi 2,0 dan meningkatkan skor fungsi kaki secara signifikan.
“ART membantu meningkatkan elastisitas jaringan dan memperlancar sirkulasi darah, sehingga otot lebih cepat beradaptasi terhadap beban gerak,” tulis Bagas.
Selain itu, latihan kekuatan progresif yang dilakukan secara teratur turut berperan dalam memperkuat otot penopang kaki. Burton (2020) mengembangkan program latihan empat tahap yang dimulai dari double leg heel raise hingga single leg hop untuk meningkatkan stabilitas dan kekuatan otot plantar fascia.
Menurut Bagas, “Pendekatan multimodal yang menggabungkan latihan peregangan, teknik manual, dan latihan kekuatan progresif merupakan formula paling ideal untuk pemulihan plantar fasciitis.”
Penelitian juga menunjukkan bahwa peningkatan ROM tidak hanya disebabkan oleh penurunan nyeri, tetapi juga karena perubahan mekanik yang terjadi pada jaringan otot dan fascia setelah intervensi terapi. “Pasien yang awalnya sulit melakukan dorsifleksi pergelangan kaki kini menunjukkan peningkatan fleksibilitas signifikan setelah program terapi berlangsung lima minggu,” jelasnya.
Dalam konteks fisioterapi modern, temuan ini menegaskan pentingnya integrasi antara evidence-based practice dan pendekatan manual humanis.
Modalitas seperti ESWT dan ultrasound mungkin membantu secara mekanik, tetapi latihan peregangan dan terapi manual tetap menjadi fondasi utama karena menumbuhkan keterlibatan aktif pasien dalam proses penyembuhan.
Mendorong Inovasi Fisioterapi Berbasis Bukti Ilmiah
Riset ini tidak hanya berkontribusi pada pengembangan ilmu, tetapi juga memperkuat posisi Fikes Umsida sebagai institusi yang berfokus pada inovasi dan praktik klinis berbasis bukti (evidence-based physiotherapy).
“Temuan ini menjadi dasar bagi pengembangan terapi rehabilitasi yang tidak bergantung pada satu alat, tetapi pada kombinasi strategi yang sesuai dengan kebutuhan pasien,” tegas Bagas.
Ia juga menyoroti pentingnya edukasi bagi masyarakat bahwa fisioterapi bukan hanya pemulihan cedera, melainkan bagian dari upaya preventif dan peningkatan kualitas hidup.
Latihan peregangan yang dilakukan secara rutin dapat menurunkan risiko cedera otot sekaligus memperbaiki postur dan koordinasi tubuh.
“Dengan latihan yang tepat, tubuh belajar beradaptasi, otot menjadi lebih lentur, dan fungsi gerak meningkat,” ujarnya.
Bagi Fikes Umsida, penelitian ini menjadi bukti bahwa mahasiswa memiliki kontribusi nyata dalam kemajuan ilmu kesehatan. Pendekatan yang mengutamakan latihan aktif, teknik manual, serta pemahaman mendalam terhadap struktur otot dan sendi mencerminkan semangat kampus dalam membentuk fisioterapis profesional yang humanis dan kompeten.
Penelitian Bagas Anjasmara menegaskan bahwa kombinasi latihan peregangan dan teknik manual mampu meningkatkan lingkup gerak sendi, memperkuat fungsi otot, serta mempercepat pemulihan plantar fasciitis.
Pendekatan ini tidak hanya mengurangi nyeri, tetapi juga memperbaiki biomekanik tubuh secara menyeluruh.
Sebagaimana disampaikan Bagas, “Fisioterapi bukan hanya tentang alat, tetapi tentang gerak, ketekunan, dan kolaborasi antara terapis dan pasien.”
Sumber: Bagas Anjasmara
Penulis: Novia