febris

Febris dan Pemeriksaan Leukosit sebagai Penentu Arah Diagnostik

fikes.umsida.ac.id- Demam sering kali menjadi alarm pertama tubuh saat menghadapi ancaman penyakit, khususnya pada anak-anak yang sistem imunnya belum sempurna. Namun, tidak semua demam memiliki penyebab yang sama. Perbedaan antara febris yang disebabkan oleh infeksi dan non infeksi perlu diidentifikasi secara akurat agar penanganan medis tidak meleset.

Baca Juga: Peran Krusial TTLM dari Analisis Laboratorium hingga Keputusan Medis

Melalui pemeriksaan sederhana namun vital, yakni analisis jumlah leukosit dalam darah, tenaga kesehatan dapat membedakan kedua kondisi tersebut dengan lebih cepat. Riset terbaru yang dilakukan oleh dosen Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo mengungkap bahwa leukosit dan monosit berperan besar dalam membedakan febris infeksi dan non infeksi, menjadikan pemeriksaan darah sebagai kunci penting dalam deteksi dini penyakit pada anak.

Febris
Sumber: AI
Memahami Febris dan Pentingnya Pemeriksaan Leukosit

Demam (febris) merupakan respons alami tubuh terhadap infeksi atau peradangan. Pada anak-anak, kondisi ini sangat umum terjadi, terutama karena sistem imun mereka belum sepenuhnya matang. Riset yang dilakukan oleh Nadiyatul Husna Shofaroh dan Syahrul Ardiansyah dari Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo ( Fikes Umsida) menunjukkan pentingnya pemeriksaan leukosit dalam membedakan febris yang disebabkan oleh infeksi dan yang bukan.

Berdasarkan data WHO dan Kementerian Kesehatan Indonesia, prevalensi demam pada anak-anak usia balita cukup tinggi. Di Indonesia sendiri, tercatat sekitar 31% anak di bawah lima tahun pernah mengalami demam. Fenomena ini menguatkan pentingnya deteksi dini melalui pemeriksaan darah, salah satunya yaitu analisis sel darah putih atau leukosit.

Leukosit memiliki peran sentral dalam sistem kekebalan tubuh. Mereka bertugas untuk melawan infeksi dan menjaga tubuh dari ancaman mikroorganisme berbahaya. Ada lima jenis leukosit utama: neutrofil, limfosit, monosit, eosinofil, dan basofil. Masing-masing memiliki peran berbeda, dan perubahan jumlahnya dapat memberikan petunjuk klinis yang penting.

Hasil Riset dan Temuan Penting

Riset ini melibatkan 60 pasien febris anak usia 0–5 tahun yang terbagi menjadi dua kelompok, yaitu penderita febris infeksi (30 pasien dengan diagnosa tifoid) dan febris non infeksi (30 pasien dengan diagnosa kejang). Pemeriksaan dilakukan di Rumah Sakit Siti Khodijah Muhammadiyah Sepanjang dengan menggunakan alat hematology analyzer Sysmex Xs-800i.

Hasil utama dari riset ini sebagai berikut:
  • Leukosit: Pasien febris infeksi menunjukkan jumlah leukosit lebih tinggi (11,425 x 10³/µL) dibandingkan dengan pasien non infeksi (7,465 x 10³/µL). Hal ini menunjukkan bahwa infeksi memicu peningkatan leukosit sebagai respons imun terhadap agen patogen.

  • Monosit: Juga ditemukan perbedaan signifikan pada monosit, di mana pasien febris infeksi memiliki rerata lebih tinggi dibandingkan pasien non infeksi. Monosit yang berperan sebagai fagosit aktif akan meningkat saat tubuh mengalami infeksi.

  • Limfosit dan Neutrofil: Menariknya, jumlah limfosit dan neutrofil tidak menunjukkan perbedaan signifikan antara kedua kelompok. Ini mengindikasikan bahwa peningkatan kedua jenis sel darah ini tidak selalu menjadi indikator utama dalam membedakan febris infeksi dan non infeksi pada anak.

Temuan ini menegaskan bahwa leukosit dan monosit dapat dijadikan parameter penting dalam diagnosis diferensial febris. Pemeriksaan sederhana namun informatif ini sangat bermanfaat untuk mendukung keputusan klinis yang cepat dan akurat, terutama pada pelayanan kesehatan primer.

Implikasi Klinis dan Peran Strategis Laboratorium

Penelitian ini tidak hanya memberikan wawasan baru dalam ilmu medis, tetapi juga memperkuat peran Tenaga Laboratorium Medik (TLM) dalam sistem kesehatan. Dengan kemampuan menginterpretasi parameter darah, TLM mampu membantu dokter dalam mengidentifikasi penyakit lebih cepat. Hal ini juga sejalan dengan pendekatan evidence-based medicine (pengobatan berbasis bukti) yang semakin dikedepankan dalam dunia medis modern.

Lebih jauh, hasil riset ini dapat menjadi acuan dalam menyusun protokol pemeriksaan rutin di fasilitas kesehatan. Misalnya, bagi anak dengan demam tanpa gejala penyerta yang jelas, pemeriksaan leukosit dan monosit dapat digunakan sebagai langkah awal untuk mengetahui kemungkinan infeksi atau non infeksi. Dengan demikian, tindakan lebih lanjut dapat segera diambil sebelum kondisi berkembang menjadi lebih serius.

Baca Juga: Seminar Pembentukan Kader GRASS Guna Meningkatkan Derajat Kesehatan Masyarakat Sidoarjo

Penelitian dari dosen Fikes Umsida ini memberikan kontribusi besar terhadap pendekatan diagnostik pada pasien anak dengan febris. Dengan membandingkan jumlah leukosit dan jenis sel darah lainnya, tenaga medis dapat menentukan arah pengobatan yang lebih tepat. Leukosit dan monosit terbukti sebagai indikator signifikan untuk membedakan febris infeksi dan non infeksi, sehingga pemeriksaan darah lengkap tetap menjadi andalan dalam praktik klinis.

Sumber: Syahrul Ardiansyah

Berita Terkini

Elektronik
Rekam Medis Elektronik Tingkatkan Efisiensi Administrasi Kesehatan di Era Digital
October 3, 2025By
pembekalan
Pembekalan Profesi Bidan Umsida 2025 Siapkan Mahasiswa Jadi Tenaga Kesehatan Andal dan Humanis
September 29, 2025By
Fortama
Fortama Fikes Umsida 2025, Cetak Generasi Sehat, Tangguh, dan Siap Mengabdi
September 27, 2025By
kisi-kisi
Workshop Penyusunan Kisi-Kisi Fikes Umsida, Dorong Implementasi OBE yang Berkualitas
September 26, 2025By
kader posyandu
Kolaborasi ITS dan Umsida Perkuat Kader Posyandu untuk Generasi Sehat
September 24, 2025By
simulasi
Umsida Jadi Tuan Rumah Simulasi OSCE 2025 Bukti Fikes Kian Dikenal di Jawa Timur
September 22, 2025By
data kesehatan
MIK Umsida Ungkap Data Kesehatan dan Teknologi Digital Kunci Transformasi Kebijakan Publik
September 19, 2025By
komprehensif
Apersepsi PKL Komprehensif MIK Umsida Dorong Sinergi Teori Praktik dan Abdimas
September 12, 2025By

Prestasi

paramitha
Paramitha Amelia Peneliti Terbaik Umsida dengan Riset Aktivitas Fisik dan Risiko Depresi Remaja
September 21, 2025By
nurul
Nurul Azizah Dosen Kebidanan Umsida Torehkan Publikasi Scopus Terbaik Life Science
September 20, 2025By
widi arti
Widi Arti Dosen Fisioterapi Umsida Ungkap Kunci Sukses Jadi Peneliti Terbaik
September 17, 2025By
pangan
MIK Umsida Temukan Inovasi Pangan Lokal dan Digitalisasi untuk Cegah Stunting, Sukses Lolos RISTEKDIKTI 2025 Skema Pemberdayaan Masyarakat
September 10, 2025By
kilab
Kebidanan Umsida Sukses Lolos Kilab 2025 Kemdikti Saintek dengan Mannequin Akupresur Inovatif Berindikator LED dan Audio
September 5, 2025By
baik sekali
S1 Fisioterapi Umsida Raih Akreditasi Baik Sekali, Buktikan Keunggulan Pendidikan Fisioterapi
May 8, 2025By
Kespro
Mengangkat Isu Kespro Disabilitas, Mahasiswa Kebidanan Fikes Umsida Raih Juara 2 Lomba Poster Kesehatan
May 7, 2025By
Low Back Pain
Angkat Edukasi tentang Low Back Pain, Mahasiswa Fisioterapi Umsida Raih Juara Lomba
May 5, 2025By

Opini

mahasiswa baru
Simak Tips Mahasiswa Baru Fisioterapi dengan Cepat Beradaptasi
October 1, 2025By
latihan interval
Gaya Hidup Remaja dan Ancaman Penyakit Degeneratif, TLM Umsida Ungkap Fakta Mengejutkan
September 15, 2025By
R.I.C.E
Strategi Fisioterapi untuk Pemulihan Cedera Otot, Cara Cepat dan Tepat Kembali Berolahraga
September 1, 2025By
kurikulum
Implementasi Kurikulum Hybrid Rekam Medis, Upaya Meningkatkan Daya Saing Mahasiswa MIK Umsida di Era Digital
July 7, 2025By
Artikel ilmiah
Tangani Keseleo dengan Tepat, Intervensi Fisioterapi Cegah Risiko Cedera Kronis
July 6, 2025By