Fikes.Umsida.ac.id– Pemanfaatan data kesehatan kini menjadi isu strategis dalam pengambilan keputusan di sektor publik. Dosen Manajemen Informasi Kesehatan (MIK) Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida), Auliayur Rabbani, S Kom M Sc, menegaskan bahwa integrasi big data, kecerdasan buatan (AI), dan Internet of Things (IoT) berpotensi membawa perubahan besar dalam evaluasi kebijakan kesehatan.
Baca Juga: Mahasiswa MIK Umsida Sabet Juara 1 Lomba Desain Interface Rekam Medis Elektronik
“Pengelolaan data kesehatan yang efisien ibaratnya memberikan bahan bakar berkualitas tinggi untuk mesin evaluasi kebijakan,” ungkapnya.
Data Kesehatan Sebagai Bahan Bakar Kebijakan

Menurut Auliayur, pengelolaan data yang baik akan mempercepat proses evaluasi kebijakan yang selama ini kerap memakan waktu lama.
“Dengan data yang terorganisir, terstandarisasi, dan mudah diakses, proses evaluasi yang biasanya memakan waktu berbulan-bulan dapat dipersingkat secara signifikan,” jelasnya.
Ia mencontohkan bagaimana cakupan vaksinasi atau program penurunan stunting bisa dipantau secara real-time. Analitik data memungkinkan pengambil kebijakan tidak lagi hanya bereaksi setelah masalah muncul, melainkan mampu melakukan langkah pencegahan lebih cepat.
“Integrasi sistem informasi memungkinkan konsolidasi big data dari berbagai sumber, sehingga pendekatan kebijakan dapat bergeser dari reaktif ke proaktif-prediktif,” tambahnya.
Dengan cara ini, pola dan korelasi tersembunyi bisa diungkap, misalnya mendeteksi sinyal wabah lebih dini atau memetakan kerentanan penyakit tidak menular di wilayah tertentu. Hal ini membuat kebijakan yang disusun menjadi lebih tepat sasaran dan berbasis bukti.
Tantangan Etika dan Privasi Data
Meski potensinya besar, Auliayur menekankan bahwa menjaga kerahasiaan data pasien adalah syarat etis yang tidak bisa ditawar. “Menjaga kerahasiaan data pasien adalah prasyarat etis yang non-negosiable,” tegasnya.
Menurutnya, langkah yang diperlukan harus menyeluruh, mencakup kebijakan, teknologi, hukum, hingga pengembangan SDM. Dari sisi kebijakan, perlu dibuat SOP dan kontrol akses yang ketat.
Dari sisi teknologi, enkripsi dan teknik anonymization penting diterapkan, terutama saat data digunakan untuk penelitian kebijakan.
“Selain itu, kepatuhan terhadap UU PDP dan prinsip informed consent harus menjadi prioritas,” ujarnya.
Ia juga menekankan pentingnya membangun budaya keamanan informasi melalui pelatihan berkelanjutan bagi tenaga kesehatan maupun pengelola data.
Namun, Auliayur mengakui bahwa tantangan tetap ada. Perbedaan standar dan format data antar lembaga membuat interoperabilitas sulit dicapai.
“Di sinilah pentingnya tata kelola yang kuat melalui Data Sharing Agreement, agar ada kerangka hukum dan kepercayaan yang jelas,” jelasnya.
Ia menambahkan, keseimbangan harus dicapai: data tetap bermanfaat untuk analisis tanpa mengorbankan privasi individu. Salah satu pendekatan yang dapat dipakai adalah privasi diferensial yang memungkinkan data digunakan tanpa mengungkap identitas personal.
AI, Machine Learning, dan IoT Sebagai Game Changer
Dalam pandangan Auliayur, teknologi terbaru seperti AI, Machine Learning (ML), dan IoT adalah game changer. “AI dan ML membawa transformasi dengan dua cara: otomatisasi dan prediksi,” terangnya.
Otomatisasi memungkinkan pengelolaan data menjadi lebih efisien, misalnya dalam pembersihan dan klasifikasi data. Sementara itu, kemampuan prediksi membuka peluang baru dalam pembuatan kebijakan berbasis skenario.
“AI mampu membuat pemodelan dan simulasi kebijakan (*predictive policy*) berdasarkan data historis, sehingga pembuat kebijakan bisa menguji dampak berbagai skenario sebelum diimplementasikan di dunia nyata,” jelasnya.
Tidak kalah penting adalah peran IoT yang menghubungkan dunia fisik dengan digital. Melalui perangkat wearable dan sensor, data kesehatan dapat diperoleh secara real-time.
“IoT memperkuat sistem data kesehatan dengan menyediakan aliran data waktu-nyata yang kontinu. Data ini memungkinkan respons kebijakan lebih cepat, seperti mengatur ulang alokasi sumber daya atau meluncurkan peringatan kesehatan publik secara tepat waktu,” tambahnya.
Auliayur meyakini bahwa integrasi teknologi ini akan semakin memperkuat posisi data sebagai landasan kebijakan kesehatan yang adaptif.
Baca Juga: MIK Umsida Hadirkan Solusi Cerdas Pangan Lokal untuk Pencegahan Stunting
Wawancara dengan Dosen Mik Umsida menunjukkan bahwa pemanfaatan data kesehatan dan integrasi teknologi digital adalah kunci transformasi kebijakan publik.
Dari pengelolaan data kesehatan yang efisien, perlindungan privasi pasien, hingga pemanfaatan AI, ML, dan IoT, semuanya menjadi komponen penting menuju tata kelola kesehatan yang modern dan proaktif.
“Harapannya, pengelolaan data di Indonesia makin terstandarisasi, kebijakan makin responsif, dan tentu saja tetap etis. Dengan begitu, data benar-benar bisa menjadi fondasi bagi kebijakan kesehatan yang berdampak nyata,” simpul Auliayur.
Sumber: Auliyaur Rabbani
Penulis: Novia