Fikes.umsida.ac.id – Infeksi Saluran Kemih (ISK) masih menjadi salah satu penyakit yang paling sering ditemui dalam layanan kesehatan.
Namun, di balik proses diagnostiknya yang tampak sederhana, terdapat faktor penting yang sering luput diperhatikan: stabilitas sampel urine sebelum diperiksa.
Sebuah penelitian oleh Andika Aliviameita S ST M Si, Chylen Setiyo Rini S Si M Si dan Jamilatur Rohmah S Si M Si dosen dari Program Studi Teknologi Laboratorium Medis (TLM) Universitas Muhammadiyah Sidoarjo,
Dengan mahasiswa TLM Vidayatul Aziza, menegaskan bahwa suhu penyimpanan memegang peranan krusial dalam menjaga akurasi pemeriksaan jumlah bakteri pada pasien ISK.
Baca Juga: Umsida Tingkatkan Kualitas Lulusan, Prodi TLM Gelar Lokakarya
Suhu Ruang Memicu Pertumbuhan Berlebih

Penelitian menemukan bahwa urine yang disimpan pada suhu ruang (20–25°C) mengalami peningkatan jumlah bakteri secara signifikan dalam kurun waktu lima jam.
Rata-rata jumlah koloni mencapai 5,3 x 10⁴ CFU/ml, jauh lebih tinggi dibandingkan sampel segar.
Lonjakan ini menunjukkan bahwa bakteri patogen seperti Escherichia coli dapat berkembang biak cepat bila berada pada suhu optimum pertumbuhannya.
Cek Juga: Mengungkap Fakta Penyebaran HIV/AIDS di Sidoarjo dan Faktor Mempengaruhinya
Kondisi ini berpotensi menyesatkan hasil pemeriksaan, khususnya dalam menentukan tingkat keparahan ISK.
Suhu Dingin Menjaga Stabilitas, tetapi Tidak Menghentikan Pertumbuhan
Berbeda dengan suhu ruang, penyimpanan pada suhu dingin (2–8°C) memperlambat pertumbuhan bakteri.
Namun, penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan tidak benar-benar berhenti. Dalam lima jam penyimpanan, jumlah bakteri tetap meningkat meskipun hanya sedikit.
Temuan ini menegaskan bahwa pendinginan hanya memberi waktu tambahan, bukan solusi absolut.
Jika pemeriksaan tetap tertunda terlalu lama, akurasi tetap terancam.
Cek Selengkapnya: Inovasi dari Limbah Kupang, Mahasiswa TLM Umsida Torehkan Prestasi Nasional lewat Obat Luka Diabetes
Implikasi bagi Akurasi Diagnostik ISK

Hasil ini membawa pesan penting bagi tenaga kesehatan dan laboratorium.
Sebagai baku emas diagnosis ISK, hitung jumlah bakteri harus mengandalkan sampel yang stabil.
Penundaan pemeriksaan di lapangan, baik karena antrean laboratorium maupun keterlambatan pengiriman sampel, dapat menimbulkan perubahan signifikan pada hasil.
Pada akhirnya, ketidakakuratan ini berisiko memengaruhi keputusan terapi, terutama dalam pemilihan antibiotik yang tepat.
Penelitian oleh tim TLM Umsida ini menjadi pengingat bahwa kualitas sampel adalah fondasi dari diagnosis yang valid.
Dalam era layanan kesehatan yang menuntut kecepatan dan ketepatan, menjaga stabilitas urine bukan lagi sekadar teknis laboratorium, melainkan bagian dari upaya memastikan keselamatan pasien.
Sumber: Riset Andika Aliviameita S ST M Si & Tim
Penulis: Elfira Armilia























