Fikes.umsida.ac.id – Cedera dalam olahraga kerap dianggap sebagai risiko biasa yang akan selalu menghantui setiap atlet maupun masyarakat umum yang gemar berolahraga. Padahal, jika dipahami lebih dalam, Injury Prevention bukan hanya tugas seorang pelatih atau atlet itu sendiri, melainkan juga bagian penting dari peran fisioterapi olahraga.
Baca Juga : Fikes Umsida Hadir di Car Free Day GOR Sidoarjo dengan Pemeriksaan Kesehatan Gratis dan Konsultasi Kesehatan
Materi yang berhasil dipaparkan oleh Ketua Umum Asosiasi Pendidikan Fisioterapi Indonesia (APFI), Dr Syahmirza Indra Lesmana Ftr SKM MOr SpFOR dalam kuliah pakar pada Program Studi Fisioterapi Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida) dengan mengusung tema “Peran dan Kompetensi Fisioterapi Olahraga dalam Injury Prevention” memberikan gambaran menyeluruh tentang bagaimana upaya pencegahan cedera seharusnya menjadi prioritas dalam setiap aktivitas olahraga.
Dalam paparannya, Syahmirza menekankan bahwa olahraga memang memberi banyak manfaat bagi kesehatan tubuh, mulai dari meningkatkan kebugaran hingga mendukung kesehatan mental.
Namun, olahraga juga dapat menjadi overload karena seringkali dilakukan melebihi kemampuan individu. Hal inilah yang merangsang terjadinya adaptasi fisiologis, tetapi di sisi lain juga membuka peluang cedera. Oleh karena itu, penting bagi semua pihak, pelatih, bahkan masyarakat umum, agar memiliki pemahaman tentang Injury Prevention dan bagaimana peran fisioterapi olahraga membantu meminimalkan risiko tersebut.
Injury Prevention Lebih dari Sekadar Menghindari Cedera

Injury Prevention bukan sekadar soal menghindari terjadinya luka atau kerusakan jaringan pada tubuh. Lebih dari itu, pencegahan cedera adalah proses panjang yang mencakup penilaian risiko, edukasi, dan intervensi yang terstruktur.
Fisioterapis olahraga memiliki tanggung jawab besar dalam menilai risiko yang mungkin muncul dari partisipasi seorang atlet dalam cabang olahraga tertentu. Kegiatan ini dilakukan secara menyeluruh dengan mempertimbangkan faktor-faktor seperti kapasitas fisik, kondisi psikologis, riwayat cedera sebelumnya, usia, hingga pengaruh peralatan dan lingkungan.
Selain itu, Injury Prevention juga harus bersifat multidisiplin. Fisioterapis bekerja sama dengan pelatih, dokter, ahli gizi, hingga psikolog untuk menyusun profil atlet secara lengkap. Hasil dari asesmen tersebut kemudian digunakan untuk merancang program latihan yang aman dan efektif.
Menariknya, pendekatan ini tidak hanya berlaku untuk atlet profesional, tetapi juga penting diterapkan pada tingkat amatir atau rekreasi. Setiap individu yang aktif bergerak sejatinya berisiko mengalami cedera jika tidak dibekali pengetahuan dan latihan yang tepat.
Salah satu metode praktis yang diperkenalkan dalam presentasi tersebut adalah Functional Movement Screen (FMS). Sistem ini membantu menilai kemampuan gerak seseorang, mengidentifikasi kelemahan dan ketidakseimbangan yang bisa menjadi pemicu cedera.
Skor penilaian diberikan berdasarkan kemampuan seseorang dalam menjalankan pola gerak tanpa kompensasi, dengan kompensasi, atau tidak mampu sama sekali. FMS ini sangat penting untuk menjadi langkah awal sebelum menyusun program latihan agar lebih tepat sasaran.
Pencegahan Cedera adalah Investasi Jangka Panjang untuk Kesehatan Atlet
Injury Prevention dalam olahraga bukan hanya sekadar upaya jangka pendek, melainkan investasi jangka panjang terhadap kualitas hidup dan karier atlet.
Dalam paparannya juga membahas program FIFA 11+, yang telah terbukti efektif menurunkan risiko cedera pada pemain sepak bola. Program ini terdiri dari rangkaian latihan pemanasan standar yang mencakup latihan kekuatan, keseimbangan, dan kelincahan, yang dilakukan secara teratur sebelum sesi latihan.
Latihan-latihan ini tidak hanya mempersiapkan tubuh menghadapi intensitas olahraga, tetapi juga menguatkan otot-otot inti dan meningkatkan kontrol gerak.
Penting untuk diingat bahwa pencegahan cedera bukan hanya fokus pada fisik. Faktor-faktor seperti status gizi, pengaruh obat-obatan, dan kondisi psikologis juga berperan besar dalam meningkatkan atau menurunkan risiko cedera.
Oleh sebab itu, pendidikan dan komunikasi yang efektif menjadi kunci. Atlet perlu mendapatkan informasi yang tepat agar memiliki kesadaran dan motivasi untuk patuh pada program pencegahan yang sudah dirancang. Sayangnya, banyak pihak yang masih menyepelekan pentingnya upaya ini, sehingga angka kejadian cedera di dunia olahraga tetap tinggi.
Baca Juga : Terapi Kombinasi Infra Red dan Hold Relax: Solusi Ampuh Atasi Nyeri Tendinitis Bicipitalis
Melalui Kuliah Pakar yang digelar oleh Prodi S1 Fisioterapi Umsida mampu memperkaya wawasan dosen maupun mahasiswa yangb terlibat, sudah waktunya pencegahan cedera dijadikan bagian dari budaya olahraga, bukan hanya ditempuh saat cedera sudah terjadi.
Edukasi dan program Injury Prevention harus dimulai dari tingkat sekolah, komunitas olahraga, hingga profesional. Program seperti FIFA 11+ dan Functional Movement Screen seharusnya bukan hanya dikenal di kalangan fisioterapis atau pelatih elite, tetapi menyentuh seluruh lapisan masyarakat pecinta olahraga. Dengan begitu, kita tidak hanya mencetak atlet berprestasi, tetapi juga generasi yang peduli akan kesehatan dan keselamatan dirinya saat berolahraga.
Penulis: Ayunda H