fikes.umsida.ac.id -Masalah sulit makan pada balita tidak hanya mengganggu pertumbuhan, tetapi juga berdampak jangka panjang terhadap kesehatan dan kecerdasan anak. Dalam upaya mengatasi persoalan tersebut, dosen Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Fikes Umsida) melakukan riset terapan berbasis terapi nonfarmakologis melalui kombinasi akupresur dan temulawak.
Baca Juga : Fi-Fest 2025: Kolaborasi Meningkatkan Prestasi Mahasiswa di Fikes Umsida
Penelitian ini mengombinasikan terapi akupresur dan temulawak yaitu pemijatan pada titik-titik energi tertentu pada tubuh dengan pemberian temulawak, tanaman herbal yang telah lama dikenal memiliki kandungan kurkumin untuk merangsang nafsu makan.
Melalui pendekatan yang holistik, penelitian ini menyasar balita usia 1–5 tahun yang mengalami kesulitan makan. Dalam waktu tiga minggu, metode ini terbukti meningkatkan nafsu makan secara signifikan dan berdampak langsung pada kenaikan berat badan balita. Hasilnya tidak hanya menunjukkan efektivitas metode tersebut secara klinis, tetapi juga memperkuat potensi akupresur dan temulawak sebagai bagian dari pendekatan promotif dan preventif dalam kesehatan anak.

Dengan biaya yang murah, aman tanpa efek samping, dan dapat diaplikasikan langsung di tingkat rumah tangga atau posyandu, metode ini memberikan harapan baru dalam mendukung program percepatan penurunan stunting di Indonesia. Penelitian ini menegaskan komitmen Fikes Umsida sebagai institusi pendidikan yang tidak hanya mengembangkan keilmuan, tetapi juga menghadirkan solusi nyata bagi permasalahan masyarakat.
Latar Belakang Riset dan Urgensi Penanganan Nafsu Makan Rendah pada Balita
Nafsu makan rendah merupakan masalah umum pada balita, terutama pada usia 1–3 tahun yang sering disebut sebagai fase food jag, masa ketika anak hanya ingin mengonsumsi makanan tertentu. Jika dibiarkan berlarut, kondisi ini bisa menyebabkan malnutrisi, wasting, dan bahkan stunting. Data dari Bulan Timbang Agustus 2020 di Jawa Timur menunjukkan bahwa prevalensi wasting pada balita mencapai 8,0%.
Dosen Fikes Umsida yang terdiri dari Sri Mukhodim Faridah, Hesty Widowati, Puspitasari, Yusnita Filberta, dan Lidia Agustin Tjondro, menawarkan pendekatan integratif melalui akupresur dan konsumsi temulawak. Akupresur adalah teknik pemijatan pada titik-titik tertentu yang berfungsi melancarkan peredaran darah dan merangsang sistem pencernaan. Sementara temulawak (Curcuma xanthorrhiza) dikenal sebagai tanaman herbal yang kaya kandungan kurkumin dan memiliki efek meningkatkan nafsu makan serta memperbaiki fungsi empedu.
Desain Penelitian dan Hasil Efektivitas Terapi Kombinasi Akupresur dan Temulawak
Penelitian dilakukan dengan desain pre-eksperimental menggunakan metode pre-test dan post-test Wilcoxon terhadap 20 anak usia 1–5 tahun. Setiap subjek diberi kombinasi akupresur dan temulawak, pada terapi akupresur sebanyak 6 kali dalam 3 minggu (dua kali seminggu), dan temulawak diberikan setiap hari dengan dosis yang disesuaikan usia dan berat badan.
Penilaian efektivitas dilakukan melalui kuesioner dan pengukuran berat badan sebelum dan sesudah perlakuan. Hasilnya menunjukkan bahwa 90% balita mengalami kenaikan berat badan setelah intervensi. Analisis statistik menggunakan uji Wilcoxon menghasilkan nilai signifikansi P = 0,000 (P < 0,05) yang berarti kombinasi akupresur dan temulawak terbukti meningkatkan nafsu makan balita secara signifikan.
Terapi akupresur dilakukan di titik-titik meridian penting seperti ST36 (Zusanli), CV12 (Zhongwan), SP3 (Taibai), SP6 (San Yinjiao), dan ST25 (Tianshu). Titik-titik ini memiliki keterkaitan dengan fungsi limpa dan sistem pencernaan, yang jika distimulasi akan meningkatkan kerja organ pencernaan dan memicu rasa lapar.
Kontribusi Riset dan Relevansi untuk Kesehatan Komunitas
Penelitian ini memperkuat literatur bahwa kombinasi Akupresur dan Temulawak ataupunterapi alternatif berbasis herbal dan teknik sentuhan tradisional dapat memberikan solusi konkret pada masalah gizi anak. Akupresur menjadi bagian dari pendekatan complementary and alternative medicine (CAM) yang aman, mudah diajarkan, dan dapat diterapkan oleh orang tua atau tenaga kesehatan di posyandu.
Sementara temulawak, sebagai tanaman herbal lokal yang mudah ditemukan di Indonesia, berpotensi besar untuk diintegrasikan dalam program peningkatan status gizi balita. Kandungan kurkumin dalam temulawak berfungsi sebagai antioksidan dan antihepatotoksik, serta efektif merangsang nafsu makan melalui perbaikan sistem pencernaan.
Dosen-dosen Fikes Umsida berharap hasil kombinasi akupresur dan temulawak dapat menjadi dasar pengembangan modul pelatihan untuk kader kesehatan, tenaga bidan, hingga edukasi masyarakat melalui program pengabdian. Terapi ini juga relevan sebagai intervensi berbasis komunitas dalam mendukung upaya penurunan stunting dan peningkatan kualitas hidup anak.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh tim dosen FikesUmsida yang terdiri dari Sri Mukhodim Faridah, Hesty Widowati, Puspitasari, Yusnita Filberta, dan Lidia Agustin Tjondro membuktikan bahwa kombinasi terapi akupresur dan konsumsi temulawak memberikan pengaruh signifikan terhadap peningkatan nafsu makan balita. Berdasarkan analisis uji Wilcoxon, terdapat peningkatan berat badan pada 90% anak setelah dilakukan intervensi selama tiga minggu. Hal ini menjadi indikator kuat bahwa nafsu makan balita meningkat secara klinis dan terukur.
Akupresur berfungsi merangsang titik-titik energi tubuh yang terhubung dengan sistem pencernaan seperti ST36, SP6, dan CV12, sehingga mampu memperlancar fungsi lambung dan limpa. Sementara temulawak, yang mengandung zat aktif kurkumin dan kurkuminoid, terbukti secara farmakologis meningkatkan fungsi empedu dan pencernaan. Kombinasi keduanya menciptakan efek sinergis yang mempercepat pemulihan fungsi makan anak.
Penelitian ini menegaskan bahwa kombinasi antara akupresur dan temulawak atau juga disebut terapi nonfarmakologis berbasis herbal dan teknik tradisional seperti akupresur dapat menjadi bagian dari strategi nasional dalam penanggulangan masalah gizi, terutama pada anak usia dini. Selain relevan bagi masyarakat luas, metode ini juga cocok digunakan dalam kegiatan pengabdian masyarakat dan pelatihan kader posyandu oleh tenaga kesehatan.
Sumber : Sri Mukhodim Faridah
Penulis : Novia