MDR-TB

Fikes Umsida Ungkap MDR-TB Meningkat Akibat HIV Merokok dan Riwayat Obat Tidak Tuntas

Fikes.umsida.ac.id – Tuberkulosis (TBC) kini tak lagi menjadi ancaman tunggal. Dunia kesehatan menghadapi tantangan baru bernama Multidrug-Resistant Tuberculosis (MDR-TB), yaitu jenis TBC yang kebal terhadap obat lini pertama seperti rifampisin dan isoniazid.

Baca Juga : Inovasi Visual Cohort Berbasis IoT Tingkatkan Digitalisasi Layanan Kesehatan Ibu dan Anak

Dalam meta-analisis yang dilakukan oleh Resta Dwi Yuliani, dosen Program Studi Manajemen Informasi Kesehatan (MIK) Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Fikes Umsida), ditemukan tiga faktor utama yang berkontribusi signifikan terhadap tingginya angka MDR-TB, yakni infeksi HIV, kebiasaan merokok, dan riwayat pengobatan TBC sebelumnya.

Penelitian yang dipublikasikan di Journal of Health Promotion and Behavior ini menggabungkan 20 studi kasus-kontrol dari berbagai negara di Asia, Afrika, dan Amerika, dengan total 18.790 pasien. Hasilnya menunjukkan bahwa pasien TBC yang terinfeksi HIV memiliki risiko 2,05 kali lebih besar terkena MDR-TB, perokok memiliki risiko 2,2 kali lipat, dan pasien dengan riwayat pengobatan TBC sebelumnya bahkan memiliki risiko 9 kali lipat lebih tinggi.

HIV dan Risiko Imunokompromi Terhadap MDR-TB
MDR-TB
Sumber :

Salah satu temuan utama riset ini adalah keterkaitan signifikan antara infeksi HIV dengan MDR-TB. Dalam kondisi imunokompromi, pasien HIV memiliki daya tahan tubuh rendah yang menyebabkan infeksi TBC lebih sulit dikendalikan. Dalam penelitian ini, Resta Dwi Yuliani mencatat bahwa pasien HIV memiliki risiko lebih dari dua kali lipat (aOR = 2,05; 95% CI = 1,03 – 4,07) untuk mengalami MDR-TB dibandingkan pasien non-HIV.

Fenomena ini diperkuat oleh fakta bahwa pasien HIV cenderung mengalami progresivitas penyakit lebih cepat, serta mengalami malabsorpsi terhadap obat anti-TBC. Kombinasi pengobatan antiretroviral (ARV) dan OAT (obat anti-TBC) pun meningkatkan beban toksisitas obat, sehingga pasien berisiko menghentikan pengobatan sebelum waktunya.

“Dalam konteks klinis, diperlukan pendekatan lebih holistik dalam penanganan pasien HIV-TB. Diagnosis dan pengobatan yang simultan serta dukungan psikososial menjadi faktor penting dalam mencegah resistensi obat,” ujar Resta.

Ia juga menambahkan bahwa negara-negara dengan beban HIV tinggi seperti Ethiopia dan beberapa negara di Asia Tenggara harus menjadikan temuan ini sebagai prioritas dalam kebijakan kesehatan publik mereka.

Merokok Perparah Risiko Resistensi Obat TBC

Kebiasaan merokok juga ditemukan menjadi faktor signifikan dalam peningkatan risiko MDR-TB. Hasil meta-analisis menunjukkan bahwa perokok memiliki kemungkinan 2,2 kali lipat terkena MDR-TB dibandingkan non-perokok (aOR = 2,20; 95% CI = 1,87 – 2,59). Merokok menyebabkan penurunan fungsi paru-paru dan menurunkan respons imun, yang pada akhirnya memperburuk efektivitas pengobatan TBC.

Resta Dwi Yuliani mencatat bahwa dalam hampir semua studi yang dianalisis, pasien MDR-TB umumnya memiliki riwayat sebagai perokok aktif atau eks-perokok. “Merokok mengganggu absorbsi obat dan memperlambat proses penyembuhan. Ini menjadikan perokok lebih berisiko mengalami kegagalan pengobatan,” terangnya.

Penelitian ini memberikan bukti kuat bahwa edukasi kesehatan masyarakat tentang bahaya merokok bukan hanya penting untuk mencegah kanker dan penyakit jantung, tetapi juga krusial dalam pencegahan MDR-TB. Kampanye berhenti merokok perlu menjadi bagian dari intervensi program DOTS (Directly Observed Treatment Short-course) di layanan kesehatan primer.

Riwayat Pengobatan TBC Jadi Prediktor Terkuat MDR-TB

Faktor ketiga dan paling dominan dalam risiko MDR-TB adalah riwayat pengobatan TBC sebelumnya. Pasien yang pernah menjalani pengobatan TBC tetapi tidak tuntas, cenderung memiliki risiko 9 kali lebih tinggi terkena MDR-TB (aOR = 9,08; 95% CI = 5,49 – 15,03). Hal ini disebabkan oleh mutasi bakteri akibat pemakaian OAT yang tidak adekuat atau terputus di tengah jalan.

Resta menyoroti bahwa pasien yang tidak menyelesaikan terapi TBC sesuai protokol umumnya karena kendala logistik, efek samping obat, atau kurangnya edukasi dari tenaga kesehatan. “Program pengobatan yang tidak diawasi dengan ketat dan kurangnya komunikasi efektif antara tenaga kesehatan dan pasien menjadi sumber utama kegagalan terapi,” jelasnya.

Temuan ini menjadi pengingat penting bagi institusi kesehatan dan pembuat kebijakan untuk memperkuat sistem pemantauan dan pendampingan pasien TBC. Penerapan sistem informasi kesehatan yang terintegrasi, seperti rekam medis elektronik, dapat membantu mengidentifikasi pasien berisiko tinggi dan mencegah kekambuhan.

Sumber : Resta Dwi Yuliani

Penulis : Novia

Berita Terkini

Fortama
Fortama Fikes Umsida 2025, Cetak Generasi Sehat, Tangguh, dan Siap Mengabdi
September 27, 2025By
kisi-kisi
Workshop Penyusunan Kisi-Kisi Fikes Umsida, Dorong Implementasi OBE yang Berkualitas
September 26, 2025By
kader posyandu
Kolaborasi ITS dan Umsida Perkuat Kader Posyandu untuk Generasi Sehat
September 24, 2025By
simulasi
Umsida Jadi Tuan Rumah Simulasi OSCE 2025 Bukti Fikes Kian Dikenal di Jawa Timur
September 22, 2025By
data kesehatan
MIK Umsida Ungkap Data Kesehatan dan Teknologi Digital Kunci Transformasi Kebijakan Publik
September 19, 2025By
komprehensif
Apersepsi PKL Komprehensif MIK Umsida Dorong Sinergi Teori Praktik dan Abdimas
September 12, 2025By
HBOT
HBOT Inovasi FIKES Umsida Turunkan Gula Darah dan Perbaiki Kolesterol
September 11, 2025By
pangan
MIK Umsida Temukan Inovasi Pangan Lokal dan Digitalisasi untuk Cegah Stunting, Sukses Lolos RISTEKDIKTI 2025 Skema Pemberdayaan Masyarakat
September 10, 2025By

Prestasi

paramitha
Paramitha Amelia Peneliti Terbaik Umsida dengan Riset Aktivitas Fisik dan Risiko Depresi Remaja
September 21, 2025By
nurul
Nurul Azizah Dosen Kebidanan Umsida Torehkan Publikasi Scopus Terbaik Life Science
September 20, 2025By
widi arti
Widi Arti Dosen Fisioterapi Umsida Ungkap Kunci Sukses Jadi Peneliti Terbaik
September 17, 2025By
pangan
MIK Umsida Temukan Inovasi Pangan Lokal dan Digitalisasi untuk Cegah Stunting, Sukses Lolos RISTEKDIKTI 2025 Skema Pemberdayaan Masyarakat
September 10, 2025By
kilab
Kebidanan Umsida Sukses Lolos Kilab 2025 Kemdikti Saintek dengan Mannequin Akupresur Inovatif Berindikator LED dan Audio
September 5, 2025By
baik sekali
S1 Fisioterapi Umsida Raih Akreditasi Baik Sekali, Buktikan Keunggulan Pendidikan Fisioterapi
May 8, 2025By
Kespro
Mengangkat Isu Kespro Disabilitas, Mahasiswa Kebidanan Fikes Umsida Raih Juara 2 Lomba Poster Kesehatan
May 7, 2025By
Low Back Pain
Angkat Edukasi tentang Low Back Pain, Mahasiswa Fisioterapi Umsida Raih Juara Lomba
May 5, 2025By

Opini

latihan interval
Gaya Hidup Remaja dan Ancaman Penyakit Degeneratif, TLM Umsida Ungkap Fakta Mengejutkan
September 15, 2025By
R.I.C.E
Strategi Fisioterapi untuk Pemulihan Cedera Otot, Cara Cepat dan Tepat Kembali Berolahraga
September 1, 2025By
kurikulum
Implementasi Kurikulum Hybrid Rekam Medis, Upaya Meningkatkan Daya Saing Mahasiswa MIK Umsida di Era Digital
July 7, 2025By
Artikel ilmiah
Tangani Keseleo dengan Tepat, Intervensi Fisioterapi Cegah Risiko Cedera Kronis
July 6, 2025By
Digitalisasi
Peran MIK Umsida dalam Digitalisasi Rumah Sakit dan Meningkatkan Kualitas Layanan Kesehatan
July 2, 2025By