fikes.umsida.ac.id – Siapa sangka, suara kokok ayam bisa menjadi pintu masuk untuk memahami genetika dan potensi ekonomi unggas lokal? Sebuah riset kolaboratif yang melibatkan dosen dari Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Fikes Umsida) mengupas tuntas karakteristik kokok ayam Pelung Indonesia melalui pendekatan bioakustik dan analisis genetik FoxP2.
Baca Juga : Rahasia Menjaga Imunitas Tubuh Secara Alami, Panduan Praktis dari Dosen Fikes Umsida
Penelitian ini bahkan dipublikasikan di jurnal internasional Iranian Journal of Applied Animal Science, membuktikan kontribusi ilmiah Fikes Umsida dalam riset unggulan berbasis potensi lokal.
Kokok Panjang Ayam Pelung dan Makna di Baliknya

Ayam Pelung bukan sekadar ayam hias, ia adalah simbol budaya dan ekonomi, khususnya di daerah Cianjur, Jawa Barat. Dikenal karena suara kokoknya yang panjang, merdu, dan ritmis, ayam ini sering diperlombakan dalam kontes suara. Namun, bagaimana sebenarnya suara itu bisa terjadi? Apa yang membedakan ayam Pelung dengan ayam biasa?
Riset ini mencoba menjawabnya melalui pendekatan bioakustik. Peneliti merekam suara 77 ayam Pelung dewasa dan menganalisisnya dengan perangkat lunak Adobe Audition dan PRAAT. Hasilnya, suara ayam Pelung rata-rata berdurasi 8,4 detik dan terdiri dari tiga bagian utama: suku kata pertama (1,1 detik), kedua (5,5 detik), dan ketiga (1,8 detik). Masing-masing bagian memiliki karakteristik energi suara, frekuensi, dan bentuk gelombang yang khas.
Suara ayam Pelung ternyata bisa diklasifikasikan berdasarkan melodi (balem, lunyu, dan standard) serta dinamika intonasi yang disebut bitu. Suara yang ideal untuk kontes adalah suara jernih, memiliki satu bitu, dan diakhiri dengan “suara turun bertingkat” pada suku kata ketiga. Kualitas suara ini bukan hanya penting untuk estetika, tapi juga untuk menentukan kemurnian ras ayam.
Gen FoxP2 dan Misteri Ayam yang Tak Bisa Berkokok
Penelitian ini tidak berhenti pada suara. Tim peneliti juga menyelidiki peran gen FoxP2—gen yang dikenal luas dalam studi tentang kemampuan vokal hewan dan manusia. Dalam manusia, mutasi gen ini dapat menyebabkan gangguan bicara seperti disleksia. Apakah hal serupa terjadi pada ayam?
Dalam riset ini, DNA dari ayam Pelung, ayam broiler, dan satu ayam Pelung “bisu” (tidak bisa berkokok) dianalisis dengan teknik Sanger sequencing pada bagian exon 7 gen FoxP2. Hasilnya mengejutkan: tidak ditemukan perbedaan signifikan pada sekuens exon 7 antara ayam bersuara dan ayam bisu. Hal ini mengindikasikan bahwa kemampuan berkokok bukan hanya ditentukan oleh mutasi gen FoxP2, melainkan juga oleh faktor lain seperti ekspresi gen, interaksi genetik, dan pengaruh lingkungan.
Selain itu, diketahui bahwa sifat kokok panjang diturunkan secara resesif autosomal artinya memerlukan kombinasi gen tertentu dari kedua induk. Hasil persilangan antara ayam Pelung dan ayam broiler menunjukkan bahwa suara panjang tidak muncul di keturunan, bahkan pada generasi balik sekalipun. Ini membuktikan bahwa kokok khas ayam Pelung adalah warisan genetik kompleks yang tidak mudah dikloning.
Inovasi Riset Fikes Umsida di Panggung Internasional
Keikutsertaan dosen Fikes Umsida, M. Mushlih, dalam penelitian ini menjadi bukti bahwa Fikes Umsida aktif berkontribusi pada riset inovatif yang mendunia. Studi ini tidak hanya menyoroti potensi unggas lokal sebagai sumber ilmu dan ekonomi, tetapi juga membuktikan bahwa pendekatan interdisipliner menggabungkan genetika, etologi, dan bioakustik sangat efektif untuk menjawab persoalan ilmiah yang kompleks.
Dari hasil penelitian ini, standar kualitas suara ayam Pelung kini bisa ditentukan secara objektif menggunakan perangkat lunak bioakustik. Ini sangat membantu dalam kontes ayam dan pelestarian ras. Tak hanya itu, wawasan genetika yang diperoleh juga membuka jalan bagi pemuliaan ayam yang tidak hanya unggul dalam suara tetapi juga dalam potensi pasar.
Bagi Fikes Umsida, keberhasilan ini merupakan pencapaian branding akademik yang membanggakan. Di tengah tantangan global, kontribusi lokal seperti ini menjadi amunisi penting untuk membangun reputasi sebagai kampus yang solutif, adaptif, dan berbasis riset.
Baca Juga : Pare Melawan Bakteri Mematikan dengan Cara Alami Berkat Inovasi Hebat Fikes Umsida
Melalui analisis suara ayam Pelung dan pengujian gen FoxP2, riset ini berhasil menunjukkan bahwa karakteristik vokal ayam bukan hanya bisa dinikmati, tetapi juga bisa dipelajari secara ilmiah. Dosen FIKES Umsida, bersama mitra dari UGM, membuktikan bahwa potensi lokal Indonesia memiliki daya saing tinggi dalam ranah ilmiah internasional.
Dengan pendekatan bioakustik dan molekuler, penelitian ini mempertegas pentingnya ilmu lintas bidang dalam menjawab tantangan peternakan, genetika, dan konservasi plasma nutfah. FIKES Umsida pun meneguhkan perannya sebagai pusat riset terapan yang tidak hanya menjawab kebutuhan lokal, tetapi juga ikut memberi warna dalam sains global.
Sumber : Miftah Muslih
Penulis : Novia