Fikes.umsida.ac.id – Hiperemesis gravidarum (HG) menjadi salah satu tantangan berat dalam masa kehamilan, ditandai dengan mual dan muntah berlebihan yang bisa berdampak serius pada kesehatan ibu dan janin.
Studi observasional terbaru yang dilakukan oleh tim dosen Program Studi Pendidikan Profesi Bidan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo, Widya Nurfadillah A., Rafhani Rosyidah S Keb Bd M Sc, Evi Rinata S ST M Keb, Yanik Purwanti S ST M Keb mengungkap sejumlah faktor risiko yang memiliki hubungan signifikan terhadap kejadian Hiperemesis gravidarum. Penelitian ini menjadi landasan penting dalam upaya deteksi dini dan pencegahan komplikasi serius selama kehamilan.
Risiko Hiperemesis gravidarum dan Dampaknya terhadap Ibu dan Janin
Hiperemesis gravidarum adalah kondisi mual muntah yang ekstrem yang dapat terjadi sejak minggu ke-4 kehamilan dan mencapai puncaknya di minggu ke-8 hingga 12. Kondisi ini tak hanya mengganggu aktivitas harian ibu, tetapi juga dapat menyebabkan dehidrasi, penurunan berat badan hingga lebih dari 5%, serta defisiensi vitamin dan mineral.
Data global menunjukkan bahwa sekitar 0,5–3% dari semua kehamilan di dunia mengalami Hiperemesis gravidarum. Di Indonesia, prevalensinya mencapai 1,5–3%, dan di RSUD Sidoarjo sendiri sempat mencapai angka 10,8% pada tahun 2019. Komplikasi Hiperemesis gravidarum mencakup risiko psikologis, anemia, gangguan metabolik, bahkan kematian ibu atau gangguan pertumbuhan janin.
Riset yang dilakukan di RSUD Sidoarjo dan RS Bhayangkara Porong ini menyertakan 240 ibu hamil sebagai responden, dengan proporsi 1:1 antara kasus dan kontrol. Temuan ini memberikan gambaran penting bahwa HG dapat dicegah dan dikendalikan jika faktor-faktor risikonya dikenali lebih awal oleh tenaga kesehatan.
Usia, Paritas, dan Usia Kehamilan sebagai Faktor Utama
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa beberapa faktor memiliki hubungan kuat dengan kejadian Hiperemesis gravidarum. Pertama, usia ibu. Ibu hamil yang berada dalam kategori usia risiko (<20 tahun atau >35 tahun) memiliki peluang 0,38 kali lebih tinggi untuk mengalami Hiperemesis gravidarum dibandingkan yang berusia 20–35 tahun. Hal ini dapat disebabkan oleh ketidakmatangan fisik atau kondisi emosional yang belum stabil pada usia muda maupun degenerasi fungsi organ pada usia tua.
Selanjutnya, paritas atau jumlah kehamilan juga memengaruhi risiko. Ibu primigravida (hamil pertama kali) memiliki risiko 2,14 kali lebih tinggi dibandingkan ibu yang sudah pernah hamil. Mereka cenderung belum siap secara emosional dan belum terbiasa menghadapi perubahan fisiologis selama kehamilan.
Namun, faktor yang paling mencolok dari hasil penelitian ini adalah usia kehamilan. Ibu hamil di trimester pertama tercatat memiliki risiko hingga 49,63 kali lebih besar untuk mengalami HG dibandingkan mereka yang berada di trimester dua atau tiga. Hal ini erat kaitannya dengan lonjakan hormon human chorionic gonadotropin (hCG) yang memicu mual muntah hebat di awal kehamilan.
Pekerjaan, Jarak Kehamilan, Anemia, dan Status Gizi Turut Berperan

Selain faktor usia dan kehamilan, aspek sosial dan biologis juga tidak bisa diabaikan. Pekerjaan ibu berpengaruh signifikan, di mana ibu yang tidak bekerja memiliki risiko 2,34 kali lebih besar mengalami Hiperemesis gravidarum. Ini dikaitkan dengan aktivitas yang minim, paparan bau makanan di rumah, serta terbatasnya interaksi sosial yang bisa memicu tekanan psikologis.
Jarak antar kehamilan juga menjadi sorotan. Ibu dengan jarak kehamilan <2 tahun atau baru pertama kali hamil (nulipara) lebih berisiko mengalami HG. Tubuh yang belum pulih sepenuhnya, terutama cadangan zat besi, akan rentan menghadapi stres kehamilan berikutnya. Ditambah lagi, anemia selama kehamilan terbukti meningkatkan risiko HG sebesar 2,36 kali.
Penelitian yang dilakukan oleh tim peneliti Fikes Umsida juga mencatat bahwa status gizi yang ditunjukkan melalui Body Mass Index (BMI) memiliki kaitan signifikan. Ibu dengan BMI tidak ideal, baik terlalu rendah maupun terlalu tinggi, memiliki risiko 2,22 kali lebih besar. Lemak tubuh yang terlalu sedikit bisa mengganggu metabolisme, sedangkan obesitas dapat memicu gangguan hormonal.
Baca Juga : Lebih Stabil untuk Gula Darah, Kebidanan Umsida Ungkap Suntik Kombinasi Jadi Pilihan Aman Kontrasepsi
Riset ini menegaskan bahwa hiperemesis gravidarum merupakan kondisi yang bisa diantisipasi melalui deteksi dini faktor-faktor risiko seperti usia ibu, paritas, usia kehamilan, pekerjaan, jarak kehamilan, anemia, dan status BMI. Satu-satunya faktor yang tidak menunjukkan hubungan signifikan adalah tingkat pendidikan ibu.
Sumber : Rafhani Rosyidah
Penulis : Novia