fikes.umsida.ac.id- Rekam medis berbasis AI semakin berkembang di era digital, menghadirkan efisiensi tinggi dalam sistem kesehatan. Auliyaur Rabbani S Kom M Sc, Kaprodi Manajemen Informasi Kesehatan (MIK) Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Fikes Umsida), menegaskan bahwa penerapan kecerdasan buatan Artificial Intelligence (AI) dalam rekam medis tidak hanya meningkatkan akurasi pencatatan data pasien, tetapi juga mempercepat proses pemindaian dan analisis informasi kesehatan. Namun, penggunaan AI harus tetap seimbang agar tidak mengurangi kemampuan analisis manusia dalam pengambilan keputusan medis.
Di era yang semakin terdigitalisasi ini, mahasiswa MIK Umsida diharapkan mampu menguasai teknologi sebagai alat bantu, bukan sebagai pengganti keterampilan profesional mereka. Penerapan Artificial Intelligence dalam rekam medis harus digunakan secara bijak agar tetap menjaga kualitas layanan kesehatan dan standar etika profesi.
Baca Juga: School Visit Fikes Umsida di SMK Muhammadiyah 1 Pandaan, Buka Wawasan Siswa tentang Dunia Kesehatan

1. Artificial Intelligence (AI) sebagai Revolusi dalam Rekam Medis
Kemajuan teknologi kecerdasan buatan kini merambah dunia kesehatan, termasuk dalam sistem rekam medis elektronik (RME). Salah satu manfaat terbesar penerapan kecerdasan buatan dalam rekam medis adalah kemampuannya memindai, mendeteksi, dan mengunggah dokumen dengan efisiensi tinggi. Dalam konteks ini, berkas RME yang berusia lebih dari 15 tahun harus melalui proses digitalisasi. Berbeda dengan sistem manual yang hanya mempertahankan data hingga 10 tahun, AI mampu membaca dan mengunggah data dalam jumlah besar secara akurat dan sistematis.
Sistem berbasis Artificial Intelligence mampu mendeteksi hasil pemindaian dengan tingkat akurasi hingga 98 persen. Hal ini memastikan bahwa tidak ada data yang hilang atau keliru dalam proses konversi dari format fisik ke digital. Dengan kecepatan dan ketepatan tinggi, kecerdasan buatan membantu menghemat waktu serta mengurangi risiko human error dalam pengelolaan data pasien.
Lebih jauh lagi, AI tidak hanya diterapkan dalam pengelolaan rekam medis, tetapi juga digunakan dalam perangkat kesehatan seperti smartwatch canggih yang dirancang untuk memantau kesehatan pasien. Perangkat ini dilengkapi dengan fitur konsultasi langsung dengan dokter, di mana pasien dapat memperoleh rekomendasi kesehatan berdasarkan data yang telah diinput ke dalam sistem. Dengan kemajuan ini, Artificial Intelligence menjanjikan masa depan yang lebih cerdas dan efisien bagi dunia kesehatan.
2. Kecerdasan buatan sebagai Alat Bantu, Bukan Pengganti Manusia
Meski Artificial Intelligence membawa manfaat besar dalam dunia kesehatan, ada kekhawatiran bahwa teknologi ini dapat menggantikan peran tenaga medis. Pak Yahya, Kaprodi MIK Umsida, menegaskan bahwa AI hanyalah alat bantu yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi kerja, bukan menggantikan tenaga ahli. Oleh karena itu, penting bagi pengguna untuk tetap bersikap kritis dan bijak dalam memanfaatkan Artificial Intelligence.
Beliau mengisahkan pengalaman mahasiswa yang terlalu bergantung pada Artificial Intelligence, tetapi tidak memahami makna sebenarnya dari informasi yang diberikan. Hal ini menimbulkan risiko berkurangnya kemampuan analisis dan pemikiran kritis mahasiswa. Sebelum era digital, mahasiswa harus membaca buku secara menyeluruh untuk mencari jawaban dari tugas yang diberikan. Dalam prosesnya, mereka mungkin menemukan pengetahuan tambahan yang tidak disengaja tetapi berharga. Namun, dengan AI, informasi yang diperoleh sering kali terbatas pada jawaban yang diinginkan tanpa pemahaman mendalam.
Kekhawatiran lainnya adalah kurangnya keterampilan kompetensi yang dimiliki oleh mahasiswa jika hanya mengandalkan kecerdasan buatan. Jika seseorang tidak mampu mengevaluasi hasil yang diberikan kecerdasan buatan, maka ada kemungkinan besar terjadi kesalahan dalam pengambilan keputusan, terutama dalam dunia kesehatan yang memerlukan akurasi tinggi.
3. Artificial Intelligence dalam Kesehatan: Efisiensi dan Tantangan Etis
Artificial Intelligence memang memiliki akurasi hingga 98 persen, tetapi tingkat keberhasilannya tetap bergantung pada data yang digunakan. Dalam dunia kecerdasan buatan, semakin banyak data yang dilatih, semakin akurat pula hasil yang dihasilkan. Konsep ini dikenal sebagai deep learning, di mana Artificial Intelligence mempelajari pola dari dataset yang diberikan.
Dalam bidang diagnosis kesehatan, AI memainkan peran penting dalam mendeteksi penyakit lebih awal dan membantu pengambilan keputusan medis yang lebih cepat dan akurat. Namun, ada tantangan besar yang harus diperhatikan, yaitu keabsahan data yang digunakan. AI tidak dapat dimanipulasi oleh data palsu, karena sistemnya dapat mendeteksi ketidaksesuaian informasi berdasarkan pola yang telah dipelajari.
Selain itu, dalam penggunaan kecerdasan buatan untuk manajemen kesehatan, penting bagi pengguna untuk menyesuaikan data sesuai dengan prompt yang benar. Data yang dimasukkan harus sesuai dengan konteks dan kebutuhan spesifik, agar Artificial Intelligence dapat memberikan rekomendasi yang relevan dan akurat. Oleh karena itu, pelatihan dan pemahaman yang mendalam mengenai cara kerja Artificial Intelligence sangat diperlukan, baik bagi tenaga kesehatan maupun mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan di bidang ini.
Baca Juga: Fikes Umsida & STIKES Santa Elisabeth Bangun Kerjasama Pendidikan Kesehatan
Sebagai kesimpulan, Artificial Intelligence adalah alat yang sangat berguna dalam dunia kesehatan, tetapi tetap harus digunakan secara bijak. Meskipun Artificial Intelligence mampu meningkatkan efisiensi, mencegah human error, dan mempercepat proses analisis data, manusia tetap memiliki peran utama dalam memastikan keakuratan dan relevansi informasi yang diberikan. Oleh karena itu, pemanfaatan Artificial Intelligence dalam rekam medis dan bidang kesehatan lainnya haruslah bersifat kolaboratif, di mana teknologi mendukung tenaga ahli, bukan menggantikannya.