Fikes.Umsida.ac.id – Di tengah arus digitalisasi layanan kesehatan yang semakin masif, Program Studi Manajemen Informasi Kesehatan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo ( MIK Umsida) hadir sebagai pelopor kurikulum berbasis teknologi informasi kesehatan, salah satu nya yaitu kurikulum hybrid rekam medis.
Baca Juga : Akreditasi Baik Sekali D4 MIK Umsida Jadi Langkah Awal Penguatan Mutu Nasional
Melalui wawancara dengan dosen D4MIK Umsida, Resta Dwi Yuliani S Tr Kes M KM mengungkapkan pendekatan hybrid yang menggabungkan sistem konvensional dan elektronik, Prodi MIK Umsida memastikan bahwa lulusannya tidak hanya siap kerja, tetapi juga relevan dengan kebutuhan zaman.
Kurikulum Hybrid Menjawab Tantangan Digitalisasi

Kurikulum terbaru yang diterapkan oleh Prodi MIK Umsida merupakan hasil kesepakatan asosiasi perguruan tinggi sejenis. Dibandingkan kurikulum 2019, versi 2023 menghadirkan banyak pembaruan yang lebih adaptif terhadap digitalisasi layanan kesehatan.
Salah satu inovasi utama adalah penguatan pendekatan hybrid dalam manajemen rekam medis, yakni perpaduan antara sistem konvensional dan sistem elektronik.
“Memang terdapat kebaruan-kebaruan di kurikulum 2023 yang sebelumnya belum ada di 2019,” ujar resta dwi.
Perubahan ini dilatarbelakangi oleh pergeseran kebutuhan fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) yang kini hampir seluruhnya menggunakan sistem elektronik dalam pengelolaan data pasien.
Namun demikian, meskipun teknologi semakin mendominasi, peran lulusan PMIK tetap tidak tergantikan. Dalam konteks rumah sakit, PMIK diibaratkan sebagai bank data yang mencatat dan mengelola seluruh riwayat medis pasien dari tahap pendaftaran hingga proses perawatan dan evaluasi akhir.
Untuk menjawab kebutuhan tersebut, Prodi MIK Umsida membekali mahasiswa dengan mata kuliah yang relevan seperti aplikasi perangkat lunak di fasyankes, analisis rekam medis elektronik, manajemen proyek rekam medis elektronik, serta analisis dan perancangan sistem informasi kesehatan.
“Dengan menerapkan hybrid Rekam medis konvensional tetap diajarkan, namun lebih condong ke rekam medis elektronik,” jelas sekprodi MIK Umsida tersebut.
Keamanan Data dan Etika Digital Menjadi Sorotan
Seiring meningkatnya penggunaan teknologi dalam pengelolaan informasi kesehatan, tantangan baru juga muncul: perlindungan data pasien. Hal ini sejalan dengan Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) terbaru tahun 2024 yang menegaskan bahwa seluruh fasyankes wajib berbasis teknologi.
“Kita ketahui sistemnya sudah elektronik, orang sangat mudah mengakses data-data,” ungkap dosen Prodi MIK dalam diskusi internal.
Oleh sebab itu, pembatasan hak akses menjadi strategi preventif utama yang diterapkan. Salah satu bentuknya adalah penggunaan username dan password yang bersifat personal dan terbatas.
Sebagai contoh, seorang PMIK yang bertugas di bagian pendaftaran hanya memiliki hak akses untuk mengedit form registrasi saja, tanpa bisa melihat atau mengubah bagian lain dari data pasien. Prinsip ini penting demi menjamin bahwa informasi kesehatan tidak bocor ke pihak yang tidak berwenang.
Baca Juga : Siapkan Mahaiswa Melek Teknologi dan Siap Hadapi Era Digitalisasi
Selain itu, mahasiswa MIK Umsida juga dibekali pengetahuan terkait enkripsi data serta praktik keamanan siber dasar yang menjadi fondasi penting dalam menjaga integritas dan kerahasiaan informasi pasien. Pendekatan ini tidak hanya penting dari sisi teknis, tetapi juga dari sisi etika profesi.
Kompetensi Digital Mahasiswa Disiapkan sejak Dini
Salah satu nilai unggul dari Prodi MIK Umsida adalah komitmennya dalam menyiapkan mahasiswa yang melek teknologi dan tidak gagap terhadap sistem digital di rumah sakit atau fasyankes. Hal ini dibuktikan dengan integrasi berbagai mata kuliah berbasis teknologi informasi dalam kurikulum.
Di antaranya adalah penguatan materi mengenai sistem informasi rumah sakit, analisis big data kesehatan, hingga aplikasi sistem rekam medis elektronik yang banyak digunakan secara nasional. Mahasiswa juga diajak untuk memahami proses coding diagnosis dan tindakan secara menyeluruh.
“Untuk menentukan kode utama, PMIK tidak langsung mengkode final, tetapi harus membaca riwayat pasien. Jika kesulitan dalam menegakkan kode diagnosis, maka PMIK harus berkolaborasi dengan tenaga medis lainnya,” ujar resta. Hal ini menunjukkan pentingnya keterampilan analitis dan komunikasi yang baik dari seorang PMIK.
Dalam proses pembelajaran, mahasiswa tidak hanya bergantung pada materi yang disampaikan di kelas, tetapi juga didorong untuk eksplorasi mandiri. “Data kesehatan itu begitu luas dan bisa diakses. Mahasiswa jangan hanya mengandalkan apa yang disampaikan dosen,” pesan Resta Dwi Yuliani, salah satu dosen pengampu.
Dengan strategi pembelajaran yang berbasis tantangan zaman dan penguatan pada aspek digital, Prodi MIK Umsida menegaskan visinya sebagai institusi yang mencetak lulusan PMIK unggul, berintegritas, dan siap menghadapi era kesehatan digital.
Baca Juga : Tangani Keseleo dengan Tepat, Intervensi Fisioterapi Cegah Risiko Cedera Kronis